Berdialog dengan Al-Quran

Oleh: Dzikri Maulana*

Al-Quran adalah kitab suci umat islam, mukjizat Nabi Muhammad Saw, dan merupakan Firman Allah Swt. Al-Quran adalah pedoman sekaligus tuntunan bagi umat islam dalam menjalani hidup, di dalamnya terdapat banyak sekali kandungan tentang ketuhanan, akhlak, sejarah, hukum, akhirat, perintah dan larangan, semesta alam, makanan dan lain sebagainya, singkatnya segala sendi kehidupan terdapat dalam Al-Quran.

Melihat fenomena di masyarakat masih banyak sekali yang memandang Al-Quran hanya sebatas untuk di baca saja, bahkan ada yang begitu mensyakralkannya sehingga menjadikan Al-Quran sebagai ajimat yang diletakan di atas sela-sela pintu rumah. Namun tahukah kita bahwa Al-Quran bukan hanya sebuah bacaan saja, tetapi Al-Quran juga mengajak kita berdialog?, seperti terdapat dalam penggalan beberapa ayat Allah yang berbunyi “apakah kaian tidak melihat”, “apakah kalian tidak mendengar?”, “maka nikmat Tuhankamu yang manakah yang kamu dustakan?” itu adalah beberapa tamsil kutipan ayat yang mengajak kita berdialog. Dialog yang dimaksudkan adalah dialog dalam renungan kita masing-masing (alam fikir).

Tidak hanya tentang nikmat dan karunia saja, melainkan kita diajak untuk ‘berdialog’ lebih jauh lagi mengenai semesta alam, segala ciptaannya, tentang kebesaran Allah dan bukti tentang kebesaran-Nya. Selain itu Al-Quran juga merupakan ‘alat konfirmasi’ , di dalamnya terdapat juga ayat-ayat untuk melegitimasi tiap-tiap dari hasil dialog dan perenungan kita terhadap ayat-ayat Allah. Dialog ini bukan dialog satu arah, melainkan dua arah sehingga bersifat komunikatif. Sebagai contoh, ketika Allah dalam firmannya menyatakan bahwa “nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan” (QS. Ar-Rahman: 13) maka Al-Quran sedang mengajak kita untuk menggunakan akal kita dan memikirkan nikmat apa saja yang telah Allah berikan dan yang telah kita nikmati.

Kemudian dalam surat yang lain Al-Quran mengkonfirmasi dan melegitimasi hasil perenungan kita diatas bahwa “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu ; dan Dia telah menundukan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai” (QS. Ibrahim: 32).

Firman Allah merupakan perumpamaan tentang realitas yang lebih tinggi dan tak terlukiskan, bahkan sejatinya bahasa manusia tertatih-tatih dan kepayahan untuk menyampaikan pesan Ilahi. Sehingga bahasa Al-Quran didesign seirama dengan intepretasi manusia, agar manusia dapat memahami kebesaran Allah (Karen Armstrong). Di dunia ini terdapat sangat banyak ragam bahasa dengan stratifikasi yang berbeda-beda. Kategori bahasa yang memiliki strata bahasa tinggi adalah bahasa yang mampu mengintepretasikan hal yang bersifat ‘imajinatif’ ke dalam kata-kata atau kalimat dan bisa merepresentasikan bahasa-bahasa yang lain. Singkatnya bahasa yang mampu membahasakan apa yang sulit dibahasakan.

Dari sekian banyak bahasa yang ada di dunia Allah memiih satu bahsa saja sebagai instrument untuk menyampaikan Firmannya (Al-Quran) agar manusia dapat memahami Firman-Nya yaitu bahasa arab. Allah berfirman dalam surah Yusuf ayat 2 “Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-Quran dengan berbahasa arab, agar kamu memahaminya”. Selain memiliki strata bahasa yang sudah dijelasan diatas, secara lingustik bahasa arab juga termasuk bahasa yang mudah dipelajari. Sehingga memungkinkan orang non-arab dengan mudah mempelajarinya.

ketika kita membaca Ayat-ayat Allah dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya, maka ayat-ayat itu akan mengajak kita untuk merenungkan dan memikirkan semua isi kandungannya dengan akal dan hati kita, setelah itu Al-Quran akan mengajak kita untuk mencari ayat-ayat yang melegitimasi ayat-ayat sebelumnya juga terhadap hasil renungan kita.

Al-Quran bukan hanya sekedar bacaan untuk mencari informasi, tetapi juga dimaksudkan untuk memetik rasa tentang yang Ilahi (baca: nilai-nilai Ilahi), sehingga dianjurkan untuk tidak tergesa-gesa membacanya agar bisa menikmati dan meresapi kata demi kata yang terdapat pada ayat-ayat Allah serta mengambil ‘mutiara’ yang terkandung di dalamnya.

Dalam memahami Al-Quran kita tentu harus mengrtahui seluk beluknya, seperti asbabunuzul atau sebab turunnya ayat, hadist-hadist yang bersangkutan, juga tafsif-tafsirnya agar pemahaman kita semakin komperhensif. Di Indonesia sendiri sudah banyak Al-Quran terjemah, tafsir Al-Quran yang juga terdapat terjemahan bahasa Indonesia, indeks Al-Quran, dll. Sehingga ini sangat memudahkan kita untuk memahami Al-Quran. Kita juga bisa memanfaatkan tekhnologi (dalam hal ini internet) untuk memudahkan melakukan pencarian terhadap ayat-ayat Al-Quran yang akan kita kaji. Sehingga tidak ada alasan untuk ‘menelantarkan’ Al-Quran. Untuk itu mari kita perbaiki bacaan Al-Quran kita, dan mencoba berdialog dengan kalam ilahi, agar Al-Quran benar-benar kita jadikan sebagai pedoman hidup, bukan lagi sebagai slogan semata. (***)

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) Departemen Kebudayaan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com