Membangun Mental Pengusaha, Setangguh Edelwais

oleh Aristianto Zamzani

MESKI sudah sering kali mendengar tentang siklus empat tahunan Merapi, tak urung saya masih terkejut saat pagi kemarin Merapi sedikit batuk. Apalagi baru sekitar seminggu yang lalu, saya berkunjung kembali ke Kaliurang, menikmati nuansa lereng Merapi yang bak dunia lain. Sembari berdoa sekhusyuknya, semoga Merapi tak lagi mengamuk dan memakan korban jiwa. Kalaupun ada kerugian, semoga bisa diminimalisir. Tak pelak saya merenung.

Satu hal lain yang mengingatkan saya akan gunung yang konon teraktif di dunia itu, yaitu keberadaan bunga perlambang keabadian; Edelwais. Memang bukanlah Edelwais yang berasal dari Alpen nun jauh di luar bumi Indonesia sana. Edelwais yang saya maksud adalah Anaphalis Javanica, bunga cantik asli pegunungan di Jawa.

Bicara tentang Anaphalis Javanica, mau tak mau akhirnya saya menganalogikan dengan filosofi masyarakat Merapi. Habitatnya yang berada di ketinggian, tanah yang berisi bebatuan, dan pasir menjadi bukti betapa kuatnya sang bunga abadi. Ketangguhan yang sama yang dimiliki penduduk lereng Merapi untuk bertahan di lingkungan yang penuh bahaya, tentunya bukan semata-mata dikarenakan sikap pasrah akan nasib yang telah digariskan Tuhan.

Pendapat saya, hal ini justru merupakan satu sikap positif yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha. Keberanian untuk menghadapi resiko di depan mata, berdiri tegak untuk terus maju menantang permasalahan yang menerpa.

Kembali pada bentuk fisik Edelwais, yang mungkin tidak semenarik bunga-bunga lain di taman Anda. Meski bentuknya sederhana, warna kelopak bunganya pun monoton putih saja. Di balik itu ternyata Edelwais harum wanginya memiliki pesona sendiri, bentuk kelopaknya itu meski simpel ternyata memiliki daya tahan untuk tetap bertahan tanpa layu untuk jangka waktu yang lama (dari sinilah julukan bunga abadi muncul).

Layaknya si Anaphalis Javanica ini, seorang pengusaha seyogyanya bersikap untuk menonjolkan karya serta prestasi, dibandingkan kemegahan kosong dan obral-obral pencitraan. Sikap sederhana ini bisa diterjemahkan pula sebagai keadaan di mana seorang pengusaha bisa memanfaatkan potensi yang dimiliki, sekecil apapun potensi itu. Tanpa perlu ngoyo mengada-adakan yang memang belum ada, malah dengan modal sedikit dan fasilitas terbatas, bisa menghasilkan manfaat sebesar-besarnya. Bill Gate, contohnya. Dia menjadi milyarder dunia, berawal dari bisnis sederhana di gudang garasi rumahnya.

Pengusaha setangguh Edelwais, yang tampaknya tidak menarik namun mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan, tegar abadi serta memancarkan wangi prestasi kesegenap penjuru.

*Penulis adalah Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) Departemen Kewirausahaan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com