Budaya  

Air Kurasan Enceh Makam Imogiri Diperebutkan Ribuan Orang

BANTUL – Meski harus menapaki ratusan anak tangga ribuan orang tetap berdatangan menuju komplek makam Raja Mataram Pajimatan Imogiri, Bantul, Jumat (22/11/2013) siang tadi.
Warga yang datang dari berbagai penjuru DIY dan Jateng tersebut datang untuk mengikuti ritual menguras enceh kong (gentong).

Menurut abdi dalem Keraton Ngayugyokarto Hadiningrat, Muji (60), ritual tersebut sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan setiap tahun pada Jumat Kliwon bulan Sura (kalender Jawa).

“Itu sudah titah dan pakem dari Sri Sultan,” kata abdi dalem di komplek makam.

Dia menjelaskan, terdapat 4 kong di depan pintu masuk makam, yang masing-masing merupakan hadiah dari kerajaan Sriwijaya, Aceh, Istanbul, dan Siam.

“Dulunya digunakan sebagai padasan (tempat buat wudu),” imbuhnya.

Sebelum acara dimulai terlebih dahulu digelar tahlilan dan doa, dimulai dari Kraton Surakarta yang dipimpin Mantri Baharudin Hastono. Selanjutnya diikuti dari Kraton Yogyakarta yang dipimpin abdi dalem, Balad Jogo Sudomo.

Setelah ritual selesai baru air kurasan kong di bagi-bagikan ke ribuan warga yang sudah menunggu. Sebagian warga percaya jika mendapat air kurasan kong, akan mendapatkan berkah dan keberuntungan.

“Saya berharap berkah dari air itu,” ujar Kasiman, warga Temanggung yang sudah datang sejak Kamis kemarin.

Menurutnya, air tersebut akan digunakan untuk obat keluarganya yang baru sakit. Di samping itu, sebagian air akan dimasukkan ke dalam sumur, dan sisanya di tabur di sawah.

“Siapa tahu lewat air ini keluarga saya bisa sembuh,” ujar Kasiman.

Di sisi lain, ritual Nguras Enceh menjadi berkah tersendiri dari warga sekitar makam.
Besarnya animo masyarakat yang ingin mendapatkan berkah dari air kurasan enceh, dimanfaatkan oleh Darmi (45) untuk menjajakan botol bekas air mineral dan juga air kurasan enceh.

Wanita paruh baya asal Pajimatan, Imogiri, Bantul itu mematok harga 10.000 rupiah untuk satu botol kemasan 0,8 liter berisi air kurasan enceh. Untuk botol kosong kemasan 0,8 di bandrol seribu rupiah, sedang untuk botol besar (1,5 liter) di harga tiga ribu rupiah.

“Air ini lebih banyak pesenan orang, kalau yang di sini untuk yang mau beli saja,” ungkapnya.
Menurut Darmi, omset penjualan saat ini menurun dibanding tahun yang lalu. Hal itu dikarenakan, masyarakat sudah mulai pandai menyikapi untuk mendapatkan air tersebut.
Sementara itu, menurut warga Klaten, Wardoyo (60) menyebutkan di usia yang sudah renta lebih baik membeli dari pada ikut berebut.
“Ikut berebut resiko besar, dari pada tidak jadi dapat berkah mending saya beli saja,” ujarnya (elo)

Redaktur: Azwar Anas

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com