Menagih Peningkatan Profesionalitas Guru

Oleh : Rakhmat Hidayat*

Tanggal 25 November adalah hari istimewa bagi guru Indonesia. Hari itu diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Momen ini diperingati bertepatan dengan lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), 25 November 1945. Persis 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan. Lahirnya PGRI tak bisa lepas dalam elan vital perjuangan Indonesia saat itu. Sebagai bentuk penghargaan terhadap pengabdian guru, maka diperingati sebagai Hari Guru Nasional pada tanggal tersebut. Peringatan hari guru ini menjadi momentum tepat untuk merefleksikan kiprah guru dalam pembangunan Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), sejak 2006 diselenggarakan sertifikasi guru. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tujuan sertifikasi guru adalah untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Program sertifikasi guru ini secara umum memiliki dua tujuan penting.Pertama, berupaya meningkatkan kualitas dan kompetensi guru. Kualitas dan kompetensi ini dinilai dengan standar kinerja guru. Kedua, sebagai kompensasi sertifikasi tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi.

Kita menyaksikan dengan seksama program sertifikasi tersebut berlangsung secara massif di seluruh Indonesia. Ada harapan yang besar dari republik ini dengan sertifikasi akan meningkatkan kompetensi para pendidik.Implikasinya, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan data statistik, pada saat ini jumlah guru di Indonesia sekitar 2.600.000 orang. Sebanyak 78 persen di antara mereka belum memiliki sertifikasi. Data tersebut juga menunjukkan 1,5 juta guru belum berkualifikasi sarjana/diploma 4. Adanya program sertifikasi guru ini dengan berbagai kekurangan mesti dihargai sebagai itikad baik pemerintah dalam mendongkrak kualitas guru yang tujuan akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Apalagi program sertifikasi ini mengeluarkan dana yang sangat besar. Dari APBN Rp 1000 triliun,20 persennya untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 200 triliun. Sekitar Rp 110 triliunnya untuk program sertifikasi guru. Ekspektasi rakyat Indonesia tentu saja beralasan karena dana tersebut adalah uang rakyat.Sejatinya, hasil sertifikasi guru tersebut juga dapat dikembalikan untuk rakyat dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Ironisnya, kita memang masih tersandera dengan berbagai problem yang berada dalam dunia pendidik kita. Di satu sisi, anggaran maupun program peningkatan kualitas guru terus dilakukan tetapi kita juga masih belum melihat perubahan signifikan. Sebagian mengatakan bahwa perubahan tersebut tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi kita juga membutuhkan berbagai terobosan yang seharusnya dilakukan para guru pasca mereka mendapatkan sertifikat mengajar. Terobosan itu antara lain dengan lahirnya berbagai terobosan berupa metode, teknologi, media pembelajaran yang kreatif dan inovatif di kalangan guru. Meski kita juga tak bisa menampik, banyak guru di beberapa daerah kreatif dan inovatif dalam pembelajarannya. Tetapi, secara umum kita belum melihat perubahan secara massif di seluruh tanah air. Pasca sertifikasi, guru memang ditantang memiliki kemampuan dan terobosan mumpuni dalam bidangnya. Ada beberapa tantangan yang dihadapi guru pasca sertifkasi. Pertama, tantangan akademik. Pasca sertifikasi guru dituntut memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi.Kemampuan tersebut dalam hal metodologi pembelajaran, penggunakan teknonologi/media pembelajaran serta pengkayaan berbagai sumber pembelajaran yang menarik dan inspiratif.Termasuk juga didalamnya adalah penggunaan teknologi informasi yang mendukung pembelajaran. Kedua, tantangan non akademik.Guru pasca sertifikasi tidak hanya dituntut cakap dan mahir dalam pembelajaran di kelas.Tetapi ia juga harus cakap dan mahir dalam pergaulan dengan lingkungan profesinya. Ia diharapkan bisa membangun jejaring dan komunitas dengan sesama guru dalam berbagai wadah organisasi. Membangun jejaring dalam upaya mengkonsolidasikan seluruh potensi yang dimiliki guru dalam upaya mengakselerasi kualitas guru khususnya dan kualitas pendidikan secara umum.

Ada beberapa wadah dan asosiasi guru yang sejauh ini sangat aktif melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan potensi guru seperti penggunaan blog sebagai media pembelajaran maupun publikasi jurnal yang melatih kemampuan karya ilmiah guru. Sebagai sebuah ikhtiar, gerakan seperti ini harus didorong secara massif oleh berbagai pemangku kepentingan lainnya. Hal penting lainnya juga adalah bagaimana guru dengan berbagai jejaring/asosiasinya dapat menghapuskan tradisi kekerasan/bullying di lingkungan sekolah. Memang tidak ada korelasi langsung antara sertifikasi dengan tradisi kekerasan di kalangan pelajar. Tetapi, kita bisa berharap kepada guru-guru pasca sertifikasi untuk memikirkan formula dan solusinya mencegah dan meminimalisir praktik kekerasan tersebut.

Akselerasi Kualitas
Sertifikasi juga memberikan dampak pada meningkatnya kesejahteraan dalam hal tunjangan profesi.Dulu masih kita dengar guru-guru dengan gaji rendah, meskipun faktanya sampai saat ini juga masih terjadi.Tetapi, sejak diberlakukannya program sertifikasi ini, penghasilan guru meningkat.Apalagi jika di beberapa daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya cukup tinggi,mereka juga mendapatkan tunjangan kesejahteraan tambahan dari pemda setempat. Bahkan, di beberapa daerah yang memiliki PAD tinggi, seorang guru bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 5-6 juta tiap bulan. Jumlah yang tidak jauh berbeda dengan seorang profesor riset di LIPI yang sudah mengabdi lebih dari 30 tahun. Pada level ini kita berharap bahwa peningkatan tunjangan tersebut dapat mengakselerasi kualitas mereka.Adanya tambahan penghasilan tersebut juga dapat sebagian dialokasikan untuk biaya studi lanjut di jenjang pasca sarjana. Bisa juga dialokasikan untuk membeli berbagai referensi tambahan yang mampu memperkaya bahan pengajaran di sekolah.Dengan demikian, khasanah pengetahuan guru semakin meningkat.Tidak lagi terjebak dalam budaya tekstual yang hanya mengandalkan buku pelajaran di kelas.

Kita membutuhkan guru-guru yang memiliki semangat dan kreatifitas dalam mengakselerasi kompetensinya. Salah satu upaya tersebut antara lain adalah meningkatkan kualitas bahasa Inggris. Kemampuan bahasa Ingggris untuk kondisi saat ini menjadi sebuah kebutuhan dan keniscayaan. Dengan adanya peningkatan kesejahteraan itu juga sejatinya dapat memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya.Mereka bisa mengikuti berbagai kursus yang mampu memperkaya kemampuan bahasanya. Dengan adanya kemampuan bahasa tersebut mereka dapat berinisiatif mengikuti berbagai tawaran dan kesempatan pelatihan, studi banding, short course maupun workshop yang diadakan lembaga nacional maupun mancanegara.Melalui berbagai fórum itulah, mereka dapat membuka dan menambah cakrawala baru tentang pendidikan nacional/mancanegara.Berbagai hal positifnya dapat mereka integrasikan dalam kompetensi pribadi.Secara sosial, pengalaman tersebut dapat ditularkan ke lingkungan sekolahnya dimana dia mengajar. Agar anggaran sertifikasi tidak menguap begitu saja tanpa didampingi dengan peningkatan kualitas pendidikan secara nasional, kita perlu mendorong dan mengawal terus program sertifikasi tersebut.Republik ini menanti hasil sertifikasi guru yang sudah menggunakan uang rakyat.Selamat hari guru nasional.***

Lyon,20 November 2013

*Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Kandidat PhD Sosiologi Pendidikan Université Lumière Lyon 2, France

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com