Rumah Tertimpa Longsor, Pengembang Proyek Ingkar Janji

YTH Pengasuh Konsultasi Hukum jogjakartanews.com.

Saya mohon masukan dan solusi atas permasalah yang saudara saya hadapi. Sekitar tiga bulan yang lalu rumah saudara saya rusak tertimpa tanah longsor pembangunan perumahan. Hampir 90 persen rumah rusak dan tidak bisa ditempati. Beruntung tidak ada korban jiwa. Atas kejadian tersebut pihak yang megatasnamakan perwakilan perusahaan pengembang perumahan, awalnya bersedia bertanggungjawab. Saudara saya sebagai korban dan pihak perwaklan perusahaan tersebut menandatangani perjanjian terkait ganti rugi, disaksikan Kepala Desa dan Kapolsek di Kantor Polisi setempat. Namun, setelah perjanjian dibuat, ternyata pihak perusahaan tidak menepati janjinya, bahkan menyatakan tidak mau membayar ganti rugi sejumlah yang telah disepakati. Apakah saudara saya bisa menggugat perusahaan? Pasal apa yang patut untuk menjerat perusahaan tersebut? demikian pertanyaan saya, dan mohon berkenan dijawab. Terimakasih atas jawabannya.
Pengirim:

Nawawi
[email protected]

Jawaban:

Terima kasih, atas pertanyaan saudara Nawawi, kepada redaksi Jogjakartanews.com. Pertama-tama kami haturkan turut prihatin atas kasus (peristiwa hukum) yang menimpa saudara.

Ketika belum terjadi musyawarah atau perjanjian, sebenarnya secara hukum saudara sudah diperkenankan mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa “tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Namun pada kasus ini, telah terjadi “perjanjian” yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak, sehingga ketika salah satu pihak tidak menepatinya, maka Pasal yang digunakan sebagai dasar adalah adanya wanprestasi (ingkar janji).Wanprestasi dapat berupa: (i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata.

Sebagai tambahan untuk pengembangan pertimbangan hukum, jika pihak perusahaan sama sekali tidak memberikan ganti rugi ataupun itikad baik sedikitpun, tidak menutup kemungkinan kasus ini memiliki unsur yang baru yaitu “penipuan” ( bisa dijerat pasal 378 KUHP ). Lebih jauh tentang penipuan, yaitu jika ada unsur kesengajaan pada diri pelakunya (*)

Rubrik Konsultasi Hukum jogjakartanews.com ini diasuh oleh praktisi hukum, Hartanto, SH. M.Hum. Bagi pembaca yang ingin berkonsultasi, silakan kirim Email ke: [email protected] atau [email protected]. Jika dikehendaki, nama dan alamat pengirim kami jaga kerahasiaannya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com