Ini Alasan Mengapa Tradisi Membangunkan Sahur Keliling Penting Dilestarikan

YOGYAKARTA – Sejak pelaksanaan bulan suci Ramadan, mungkin sebagian besar masyarakat di Yogyakarta atau bahkan di daerah yang lainnya, tidak pernah mendengarkan adanya orang-orang kampung yang keliling ke rumah-rumah warga untuk membangunkan sahur. Tradisi tersebut secara perlahan nampaknya memang sudah mulai ditinggal mengingat hampir setiap masjid membangunkan warga untuk sahur melalui pengeras suara yang dilakukan oleh para takmir atau pengurus masjid. Sehingga bagi sebagian warga, keliling kampung untuk membangunkan warga yang lainnya merasa sudah tidak perlu lagi.

“Tidak perlu lah, kan sudah ada masjid. Jadi mending maksimalkan untuk istirahat aja biar besoknya fit lagi untuk kerja,” pungkas salah seorang warga Gondokusuman Yogyakarta, Muslihat (50) kepada Jogjakartanews.com, Jumat (03/07/2015).

Warga lain, Hamdan (45) juga menyatakan hal senada. Menurutnya, tradisi membangunkan sahur dengan keliling kampung sudah tidak lagi diperlukan. “Ini era dimana orang sudah pada sibuk bekerja dan bekerja, sudah tidak sempat lagi untuk melakukan hal yang seperti itu, toh masih ada masjid kan. Lagi pula kalau keliling begitu kadang suka berisik, justru mengganggu,” pungkasnya.

Tetapi, pengamat kebudayaan dan lokal wisdom Yogyakarta, AW. Rudiatmo memiliki cara pandang yang berbeda. “Ingat saat kita kecil dulu, mendengar orang keliling kampung membangunkan sahur, perasaan kita bagaimana? senang kan? bahkan terkadang kita pun, anak-anak juga ikut nimbrung dari saking senangnya. Jadi disini ada kesan kebersamaan, hubungan kemasyarakatan yang begitu indah ditengah bulan penuh berkah,” tuturnya.

“Bahwa ada yang menganggap itu sudah tidak penting, tidak lain karena sisi kebersamaan, sosial kemasyarakatan kebanyakan orang-orang dewasa ini sudah mulai berkurang, Orang-orang kini lebih mementingkan diri sendiri. Tidak lagi peduli apakah tetangga sebelah sudah pada sahur apa belum, yang penting dirinya sudah sahur dan bisa tidur nyenyak. Sikap seperti ini kemudian berimbas pada anak-anak, generasi yang semestinya didukung untuk melestarikan budaya-budaya, tradisi-tradisi yang positif seperti membangunkan sahur ini,” tuturnya.

“Jadi mari budaya ini, tradisi ini kita lestrarikan besama-sama. Asal dimbangi dengan pola tidur yang cukup, tepat pada waktunya, membangunkan sahur untuk orang lain tidak akan membuat energi habis,” lanjutnya. (Ning)

Redaktur: Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com