Asbuton: Harta Karun Indonesia yang Tak Jadi Primadona

Oleh: Arif Fadillah*

Kita pasti sering mendengar bahwasannya Indonesia adalah tanah surganya dunia. Sumber Daya Alam tambang misalnya, berbagai bahan tambang tersedia dengan jumlah yang melimpah di Indonesia, seperti: minyak bumi & gas, Batu Bara, Emas, Tembaga, Nikel, Timah, dll. Salah satu Sumber Daya Alam tambang yang dimiliki Indonesia adalah Aspal Buton.

Aspal Buton, atau biasa dikenal dengan nama Asbuton adalah endapan aspal alam yang berada di pulau Buton, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Asbuton adalah satu – satunya Aspal Alam di Indonesia. Selain Indonesia, Negara dengan Sumber Daya Aspal alam antara lain: Trinidad & Tobago, Meksiko, Kanada, Albania dan Irak. Dengan jumlah cadangan Aspal sebesar 677 Juta Ton (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015) menjadikan Indonesia sebagai penghasil Aspal Alam terbesar di Dunia. Selain jumlah cadangan yang besar, kadar aspal pada Asbuton adalah sebasar 15 – 35%. Ini merupakan kadar aspal alam yang cukup besar jika dibandingkan dengan kadar aspal alam Negara lain yang berkisar 6 – 15 %.

Asbuton pertama kali di temukan pada awal abad ke – 20. Penyelidikan ini pertama kali dilakukan oleh Elbert tahun 1909. Lalu penyelidikan dilanjutkan beberapa tahun berselang, tepatnya pada tahun 1922 – 1930 oleh departemen tambang Belanda di Hindia Timur. Produksi Asbuton pertama kali dilakukan oleh N.V Meijin Bowen Cultuur Maat Scappij Boeton pada tahun 1926. Kemudian disaat pasca kemerdekaan, tahun 1962 didirikan Perusahaan Aspal Negara (PAN) sesuai dengan PP No. 195 tahun 1961. Setelah itu, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1984, PAN dialihkan menjadi PT. Sarana Karya.

Pemakaian Asbuton sebagai bahan baku konstruksi jalan sudah dimulai sejak tahun 1926. Sejak saat itu, produksi Asbuton meningkat setiap tahun. Hingga pada puncaknya di tahun 80an, jumlah prodiksi Asbuton mencapai 300 ribu ton/tahun. Namun diawal tahun 90an, Asbuton mulai mengalami penurunan produksi dikarenakan para pengusaha kontraktor beralih ke Aspal Minyak sebagai bahan baku. Selain dari harga Aspal Minyak yang pada saat itu lebih murah dibandingkan Asbuton, kualitas Aspal Minyak lebih baik dan teknologi dan pengolahan Aspal Minyak lebih mudah di banding dengan Asbuton.

Harapan para produsen Asbuton mulai tumbuh ketika tahun 2002, harga Aspal Minyak mengalami kenaikan hingga 2 kali lipat dari Asbuton. Ini memberi Peluang Asbuton untuk bisa kembali bersaing di pasaran. Namunkenaikan harga tersebut tidak membuat para Pengusaha beralih ke Asbuton.Hingga tahun 2015, berdasarkan data Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, penggunaan Asbuton berkisar 30.000 – 40.000 ton pertahun dari total kebutuhan Aspal Nasional sebesar 1,5 – 2 Juta Ton pertahun.

Ada beberapa faktor mengapa para Pengusaha tetap memilih Aspal Minyak sebagai bahan baku konstruksi jalan, salah satunya adalah Faktor Teknologi,dimana Teknologi pengolahan yang digunakan selama ini adalah teknik pengolahan Aspal Minyak. Masih adanya kadar mineral yang terdapat pada Asbuton sebesar 10% mengakibatkan terjadi endapan dimesin pengolah Aspal (Aspalt Mixing Plant). Hal ini menyebabkan para pengusaha kurang berminat pada Asbuton, selain butuh teknologi pengolah Aspal tambahan, sistem pengolahannya juga lebih rumit dibandingkan dengan Aspal Minyak. Faktor lainnya adalah sulitnya mendapatkan bahan baku Asbuton. Selain dari minat pasar yang kurang pada produk Asbuton, dari pihak produsen juga tidak mau memproduksi aspal dalam jumlah yang besar. Disamping pangsa pasar yang kurang, memproduksi Asbuton dalam jumlah besar merugikan bagi mereka karena umur dari Asbuton hanya 3 bulan. Apabila umur aspal lebih dari 3 bulan, maka mutu Asbuton jadi menurun dan berakibat semakin sulit untuk dijual kepada para pengusaha.Kondisi ini berbanding tebalik dengan Aspal minyak, dimana bahan baku Aspal Minyak sangat mudah didapatkan dipasaran.

Faktor distribusi juga menjadi masalah Asbuton. Minimnya jumlah transportasi pengangkut bahan baku membuat biaya distribusi lebih mahal. Disamping itu, lamanya waktu pengiriman menjadi masalah selanjutnya. Minimnya jumlah bahan baku dalam sekali melakukan produksi, menjadikan semakin lama waktu pengiriman karena distributor melakukan pengiriman berdasarkan kapasitas kapal pengangkut barang. Hal ini menyulitkan bagi para pengusaha kontraktor untuk mendapatkan bahan baku yang mereka pesan dalam waktu singkat, sebab harus menunggu pesanan lain juga hingga memenuhi kapasitas trasnportasi pengangkut barang. Misalnya, Pengusaha A melakukan order aspal sebanyak 10.000 ton, sedangkan kapasitas tanker pengangkut aspal memiliki kapasitas angkut 50.000 ton, maka untuk bisa dikirim harus menunggu pesanan lain sampai terpenuhinya kapasitas.

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan Asbuton ini. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 35 Tahun 2006 tentang Peningkatan pemanfaatan Aspal Buton untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan. Disebutkan dalam peraturan tersebut bahwasannya setiap tahun direktur jenderal bina marga menetapkan ruas jalan nasional menggunakan Asbuton dalam penanganannya. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan stimulan bagi daerah yang mengusulkan pemanfaatan Asbuton. Namun dalam pelaksanaannya, pemakaian Asbuton masih belum bisa memenuhi harapan. Jumlah volume jalan Nasional yang ada masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah total jalan secara keseluruhan. Bagi proyek yang tidak masuk daftar proyek wajib Asbuton, masih memilih menggunakan Aspal Minyak sebagai bahan baku. Begitupun dengan yang ada di level daerah, masih minim. Hanya Pemerintah Kabupaten Buton yang menerapkan kebijakan 100% Asbuton dalam setiap proyek Infrastruktur Jalan.

Dari segi mutu, berbagai penelitian dan pengembangan produk Asbuton sudah banyak dilakukan demi meningkatkan kualitas Aspal untuk memenuhi permintaan pasar. Salah satunya dengan melakukan ekstraksi Asbuton. Teknik ekstraksi ini menghasilkan kualitas Aspal dengan penetrasi 90% pada Aspal dan 10% pada Mineral. Teknik ini terus ditingkatkan dan diharapkan Asbuton dapat diekstrak secara keseluruhan (Full Esktraksi). Selain itu, upaya yang dilakukan adalah dengan pengolahan pemanas putar. Pengolahan teknik ini menghasilkan Aspal berupa butiran – butiran Aspal (Buton Granule Asphalt). Produk dari PT. Sarana karya ini memiliki kualitas serta kelebihan antara lain: memiliki ketahanan terhadap penurunan aspal (Deformasi) yang baik serta tahan terhadap temperatur yang tinggi.

Upaya lain yang perlu ditingkatkan adalah jalur distribusi. Salah satu upaya peningkatan Jalur distribusi adalah dengan membangun stasuin Asbuton di masing – masing Pulau besar di indonesia, seperti: Sumatera, jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Stasiun ini berguna untuk menampung Asbuton sesuai dengan kapasitas dimasing – masing wilayah. Selain itu, Stasiun Asbuton juga berfungsi sebagai tempat pengolah Aspal untuk menjaga kualitas serta mutu aspal selama di stasiun sebelum di distribusikan kepada Konsumen, dalam hal ini Pengusaha Kontraktor.

Stasiun Asbuton ini memberikan banyak keuntungan. Dari pihak produsen, mereka tidak perlu takut dengan kualitas aspal jika memproduksi Aspal dalam jumlah yang besar, karena Aspal akan di tampung dan di olah di Stasiun. Pada pihak distributor, dengan jumlah produksi yang meningkat, secara otomatis jumlah perjalanan pengiriman aspal akan meningkat pula. Akibatnya, jumlah transportasi angkutan semakin bertambah. Di pihak konsumen, dengan adanya stasiun Asbuton, membuat mereka lebih mudah mendapatkan bahan baku Aspal karena tidak perlu lagi melakukan pemesanan kepada produsen yang notebene memakan waktu yang lama serta biaya yang besar.

Semoga dengan beberapa upaya yang telah ada hari ini dan juga beberapa terobosan lainnya dimasa yang akan datang, bisa membuat pemanfaatan Asbuton lebih optimal sehingga minat pasar terhadap Aspal Buton (Asbuton) semakin meningkat. Tidak hanya pasar luar negeri, namun yang terpenting dan paling utama bisa memenuhi kebutuhan aspal di Indonesia. Harapan besar kita, Aspal Buton kembali berjaya di negeri sendiri dan menjadi Primadona di Indonesia dan Dunia. [*]

Penulis adalah: Aktivis  HMI Cabang Bukittinggi, alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com