Biarkan Cafe Ilegal di Toko Modern, Pemkab Sleman Dinilai Turut Matikan Usaha Rakyat

SLEMAN – Forum Peduli Pasar Rakyat (FPPR) menilai sejumlah tokomodern yang beroperasi di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), telah melanggar Peraturan, karena membuka café di dalam Toko,

“Berdasarkan hasil investigasi FPPR sejumlah TokoModern, membuka café atau tempat makan dan minum di dalam toko.Padahal kan ijinnya hanya untuk toko, bukan café atau rumah makan. Jelas itu ilegal,” ujar Koordinator FPPR DIY, Agus Subagyo kepada jogjakartanews.com,Kamis (03/01/2018).

Agus menyayangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman yang terkesan melakukan pembiaran terhadap pelanggaran Peeraturan Daerah (Perda) yang dilakukan sejumlah toko modern yang membuka café. Pihaknya akan segera melaporkan pelanggaran perda tersebut ke Dinas Perindustrian dan Perdagagangan Sleman.

“Toko modern yang membuka café di dalam toko Saya kira ini melanggar peraturan tentang  apa yang dimaksud dg toko modern sebagaimana termaktub dalam Perda (No 18 Tahun 2012) Tentang Perijinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Itulah bukti telah terjadi pembunuhan atas pasar dan usaha rakyat kecil,” tandasnya.

Agus menjelaskan, dalam investigasi di akhir tahun 2018 para pegiat FPPR Sleman yang dikoordinatori Drajat Selorujito telah menemkan di beberapa tempat ada toko modern brjejaring yang menyediakan kopi, the, memproduksi makanan cepat saji, sebagaimanalayanan sebuah café. Kajian hasil investigasi tersebut, kata Agus, ternyata dampaknya adalah mematikan café – café  tradisional yang telah ada termasuk angkringan.

“Ini di temui di sepanjang Solo dari Bandara sampai ke arah Prambanandan sepanjang jalan Kaliurang.

Dimanakah keadilannya Pemda Sleman di sektor perdagangan ? Apakah toko modern berjejaring nasional itu dibebaskan begitu saja melanggar aturan?” Tanya Agus Subagyo yang juga Ketua Keluaga Besar Marhaen (KBM) DIY.

Toko berjejaring dimana pun berada, kata Agus,  perputaran uangnya tidak dinikmati masyarakat di daerah sekitar toko berdiri, bahkan hanya menciptakan sampah-sampah plastik dan aneka limbah. Hal itu menurutnya justru bertolak belakang dengan alasan dikeluarkannya ijin selama ini, yaitu untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah untukpembangunan.

Dari penelitian FPPR, banyaknya toko-toko modern berjejaring, mall dan sebagainya justru menunjukkan adanya fakta kemiskinan rakyat di sekitarnya,

“Berapa rakyat desa disekitar toko-toko modern berjejaring itu belanja dan uang itu hanya bergerak mengumpul ke pusatnya. Tak ada sedikitpun yang beredar di desa setempat. Lihat saja bayar listrik, BPJS, beli tiket dan sebagainya di situ. Sungguh ini fenomena penghisapan terhadap rakyat,” ketusnya.

Agus membeberkan,  ada indikasi Pemkab melindungi toko – toko modern tersebut melalui regulasi berupa Rancangan Perda (Raperda) yang saat ini tengah digodok dan pasal-pasalnya sangat menguntungkan toko modern,

“Bisa dikatakan bahwa Pemkab memberi fasilitas penghisapan rakyat apabila Raperda yang akan menggantikan Perda No 18 Tahun 2012 disahkan. Itu akan mematikan pasar tradisional dan usaha rakyat, sehingga akan menciptakan kemiskinan baru,” tuntasnya. (kt1)

Redakur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com