Kebijakan Pencabutan Moratorium Hotel Berpotensi Gratifikasi, Fokki Minta KPK Lakukan Pantauan

YOGYAKARTA – Pernyataan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti terkait pemberlakuan moratorium Hotel yang berlanjut dengan pembatasan, dipertanyakan anggota DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto S.IP.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta itu menilai banyak kejanggalan dengan Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 85/2018 yang mencabut sebagian kebijakan moratorium pembangunan hotel terutama jenis hotel bintang 4 dan 5 dan jenis penginapan berbentuk guest house. Salah satunya, ia mencium potensi gratifikasi, 

“Diduga ada unsur gratifikasinya karena banyak tanah kosong luas yang akan jadi hotel, jadi kalau Wawali mengatakan tidak ada tanah yang bisa dibuat hotel bintang 4 dan 5 itu “ngoyoworo” kalau memang tidak ada ya ngapain harus mencabut moratorium, itu kan aneh,” tandasnya, Minggu (13/01/2019).

Dugaan Fokki terkait ada potensi gratifikasi terkait pencabutan moratorium hotel dan apartemen juga didasari laporan yang diterimanya. Misalnya, kata dia, tentang pembangunan apartemen sampai sekrang belum jelas hak 20% dari masyarakat berpenghasilan rendah yang diperuntukkan mereka sesuai amanat Perda,

“Monggo KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bisa melihatnya dari kacamata ketugasannya apakah ada unsur unsur pelanggaran hukum dari pencabutan moratorium,” ujarnya.

Fokki juga menilai pernyataan Wali Kota bahwa kebijakannya sudah melalui pemikiran yang matang, adalah bentuk pembenaran yang tidak relevan dengan fakta yang ada,

“Ia semua kebijakan pasti dipikirkan karena yang mengeluarkan adalah manusia yang punya pikiran. Pertanyaannya pikiran itu pro rakyat atau pro kapital? Moratorium dengan pembatasan sama saja mencabut, karena dampaknya sama saja,” imbuh Fokki yang juga Anggota Bapemperda.

Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta yang tidak terkontrol dengan baik, selain menimbulkan dampak rusaknya lingkungan juga dalam jangka Panjang membuat masyarakat kehilangan asset dan menciptakan kemiskinan baru. Hal itu, kata Fokki, tak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja lokal dan pendapatan sektor wisata yang selama ini menjadi alasan pembenaran Pemkot,

“Pertanyaan sederhana, apakah hotel yang dibngun itu dapat mensejahterakan rakyat? Yang ada adalah proses pemiskinan terjadi karena tanah rakyat yang dibeli oleh investor, rakyat kehilangan assetnya secara tidak sadar,” tutupnya. (kt1)

Redaktur: Faisal

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com