Keberhasilan New Normal Mensyaratkan Kedisiplinan Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan

YOGYAKARTA – Kedisiplinan semua pihak melaksanakan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah merupakan faktor kunci dalam memutus mata rantai penularan virus corona (Covid-19). 
Pernyataan tersebut disampaikan Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dedi Rosadi dalam rilis terbaru pada Selasa (02/06/2020). Bersama dengan pakar lainnya, yakni alumnus FMIPA UGM Heribertus Joko dan alumnus PPRA Lemhanas Fidelis I Diponegoro, Dedi membuat permodelan probabilistik dengan dasar data nyata atau probabilistik data-driven model (PDDM).
 
Berdasarkan tracking data terakhir sampai 28 Mei 2020, terdapat lonjakan estimasi kasus positif yang awalnya diperkirakan 31 ribu menjadi 48 ribuan di akhir masa pandemi. Menurut Dedi, dari pantauan dengan model stokastik terlihat bahwa angka penularan R0t  (angka reproduksi/angka penularan waktu ke-t Covid-19)  nasional yang tadinya sudah turun sampai 1.114 pada tanggal 11 Mei 2020, tercatat menunjukkan trend naik pada minggu kedua Mei 2020 dan mencapai puncaknya pada 23 Mei 2020 namun kemudian terus menunjukkan trend menurun dan pada tanggal 30 Mei 2020 tercatat bernilai sebesar 1.107.
 
Dia menjelaskan ada beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian bersama saat ini terkait dengan wacana new normal. Salah satunya adalah angka perhitungan R0t Covid-19  Indonesia (nasional) dalam beberapa hari terakhir masih disekitar 1.1. Hal ini menunjukkan bahwa jika masyarakat tidak berhasil menjalankan protokol kesehatan secara disiplin maka  kondisi belum bisa dikatakan sepenuhnya aman terhadap kemungkinan penularan lokal.
 
“Namun harus dipahami kondisi disetiap daerah bervariasi besaran harga angka reproduksinya. Sesuai dengan database BNPB pertanggal 31 Mei 2020, terdapat 104 kabupaten/kota merupakan daerah dengan zona hijau sehingga daerah tersebut relatif aman untuk dilaksanakan kondisi new normal sesuai protokol yang berlaku,” paparnya dalam rilis yang diterima Selasa (02/06/2020).
 
Berikutnya, mematuhi protokol kesehatan yang dimaksud tidak berbeda dengan yang disampaikan oleh pemerintah. Utamanya menggunakan masker ketika keluar rumah, rajin cuci tangan dengan menggunakan sabun, tangan tidak steril dilarang menyentuh bagian wajah yang berpotensi menjadi pintu masuk virus, dan memperhatikan anjuran distancing serta menghindari kerumunan. 

Kemudian, pengawasan maupun pengendalian yang ketat terhadap mobilitas penduduk baik domestik  dan internasional yang diduga berpotensi mengakibatkan penularan virus. Misalnya arus balik pasca lebaran, masih perlu menjadi perhatian disamping upaya efektif untuk pengendalian penyebaran lokal. Caranya  melalui tracking dan karantina orang beresiko (PDP dan ODP) dan rapid testing yang terukur namun cukup masif terhadap potensi penularan orang tanpa gejala (OTG) terutama untuk daerah-daerah zona merah. 

Dalam perkiraan permodelan PDDM sebelumnya (25/04/2020) yang menunjukkan bahwa di Indonesia pandemi akan mereda di bulan Juli masih cukup relevan. Estimasi nilai maksimum pasien disekitar angka 48 ribu diprediksikan dibawah asumsi penambahan pasien data positif pada minggu ketiga Mei kemarin sudah merupakan angka tertinggi. Peningkatan kapasitas test PCR yang telah ditunjukkan dalam 2 minggu terakhir memberikan harapan yang baik untuk kecepatan penanganan wabah ini. 
 
Dedi menyebutkan munculnya epicenter baru Jawa Timur merupakan penyebab lonjakan pasien positif yang paling signifikan. Keberhasilan penanganan Covid-19 di Jawa Timur menjadi tumpuan harapan bersama agar pandemi ini tidak semakin mengkhawatirkan. 
 
“Demikian pula pengendalian provinsi-provinsi lain yang berpotensi membahayakan seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Papua perlu dioptimalkan agar Indonesia dapat semakin optimis menatap ke depan,” tuturnya. (pr/kt1)
 
Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com