Asrama dan Ponpes Berpotensi Menjadi Klaster Covid-19, Ini Cara Mencegahnya

YOGYAKARTA – Pakar Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Citra Indriani, MPH., menyebutkan asrama maupun pondok pesantren merupakan area yang rentan untuk terjadinya klaster penyakit menular, termasuk penularan virus corona baru penyebab Covid-19. Pasalnya dikedua tempat tersebut karena banyak orang yang berasal dari berbagai wilayah datang untuk tinggal/hidup bersama dalam jangka waktu yang lama.

“Di asrama ataupun pondok pesantren berkumpul orang dari berbagai daerah. Hal ini berisiko mempertemukan orang infeksius dengan mereka yang masih rentan,” tuturnya saat dihubungi Rabu (07/10/2020).

Hal itu dia sampaikan menanggapi soal ratusan santri yang berasal dari tiga pesantren di Kabupaten Sleman, DIY positif terinfeksi Covid-19. Sebelumnya, penularan virus corona juga telah terjadi di sejumlah pondok pesantren di Pulau Jawa. Penularan Covid-19 antar siswa juga terjadi di pusat pendidikan Secapa AD di Jawa Barat.

Dosen FKKMK UGM ini menyampaikan bahwa upaya pencegahan penularan Covid-19 baik di asrama maupun pondok pesentren sangat dimungkinkan. Cara pencegahan utama yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan protokol kesehatan.

Lantas apakah aman jika asrama maupun pesantren tetap beroperasi selama pandemi Covid-19? Citra mengatakan tidak masalah jika asrama atau pesantren ingin memulai pendidikan di tengah pandemi. Namun begitu dia menekankan dalam pelaksanaannya harus mematuhi atau melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, kegiatan pendidikan dilakukan secara perlahan dan bertahap.

Sebelum mulai mengikuti pendidikan, lanjutnya, langkah awal yang sebaiknya dilakukan oleh pengurus asrama atau pesentren adalah dengan menerapkan karantina mandiri pada siswa baru atau siswa yang baru kembali ke asrama atau pesantren. Karantina dilakukan di kamar tersendiri yang tidak bercampur satu sama lain hingga 14 hari pengamatan.

“Membuat kondisi asrama atau pesantren membudayakan protokol kesehatan tidaklah mudah, tapi bukan berarti tidak bisa karena semua butuh waktu. Tak hanya itu risiko buka tutup kelas tatap muka juga harus dipahami oleh penyelenggara pendidikan, formula yang tepat seperti apa perlu didiskusikan dengan Dinkes masing-masing,”urainya. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com