Ini Alasan Mengapa Kita Harus Tetap Happy Berlebaran di Tengah Pandemi

Oleh: M. Faisal*

Perayaan Idul Fitri 1442 Hijriyah bagi ummat muslim di dunia hari ini adalah untuk kali keduanya di tengah Pandemi Covid-19. Di Indonesia, tradisi yang kental saat merayakan hari yang biasa disebut lebaran ini, adalah Mudik.

Tradisi tahunan orang-orang yang mencari nafkah di luar kota untuk pulang kampung untuk berkumpul bersama keluarga memang sudah turun menurun. Bahkan ada pameo, jika lebaran tanpa mudik, tak asyik.

Saat lebaran di masa normal, banyak yang merelakan hasil tabungan kerja selama setahun dihabiskan untuk belanja berbagai kebutuhan konsumtif, baju baru, aneka makanan dan minuman enak. Belum lagi biaya transport dan bagi-bagi ‘angpao’. Terlepas apakah kebiasaan itu baik atau buruk, namun yang jelas dua kali lebaran terakhir, tak bisa dilaksanakan.

Tentu bagi sebagian besar orang Indonesia kita, Merayakan Idul Fitri tanpa mudik enggak Happy. Namun bagi yang memahfumi setidaknya ada banyak barokah atas merebaknya Virus Corona yang melanda. Betapa tidak? Andai Mudik tidak dilarang, sementara selama dua tahun banyak yang terpaksa tidak bekerja sehingga tak ada penghasilan cukup untuk berlebaran di kampung, apa tidak tambah pusing kepala?

Andai mudik tidak dilarang, apakah ada yang menjamin tidak bisa menimbulkan cluster baru covid-19 yang justru akan lebih mengerikan dampaknya dimasa mendatang: bisa-bisa tahun depan tidak lagi bisa merayakan lebaran di Dunia. Nah, lho!

Meski sudah banyak media yang mengungkap bahwa penyakit atau wabah yang menjadi Pandemi sebenarnya juga terjadi sejak dahulu kala, namun masih banyak masyarakat, dalam konteks ini, masyarakat muslim tak banyak yang tahu bahwa di zaman Rasulullah Nabi Muhammad. Saw juga pernah terjadi. Kalau sekarang Corona, kalau di zaman Nabi menurut peneliti dan ahli medis namanya Thaun. 

Kalau Corona konon disebabkan Kelelawar, Thaun berasal dari kutu anjing yang berasal dari darah tikus. Bahasa medisnya, infeksi bakteri Pasterella Pestis yang dibawa oleh Xenopsella Cheopis. Sebab, Xenopsella Cheopis sejatinya hidup di tubuh tikus. Gejala dan penanganannya juga tak jauh beda dengan corona, Para penderitanya harus menjalani karantina dan menjalani pengobatan yang berlaku sesuai apa yang dilakukan pada zaman Rasulullah maupun Umar bin Khattab. Saat itu Rasulullah juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadis: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dengan demikian, penyebaran wabah penyakit menular dapat dicegah dan diminimalisasi.

Intinya Corona penyebabnya adalah karena manusia kurang menjaga kebersihan diri. Padahal, mestinya kita tahu bahwa pesan untuk selalu menjaga kebersihan sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW sekitar 14 abad yang lalu, baik melalui ucapan maupun teladan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Tujuannya agar umat manusia menjadi orang yang sehat dan kuat, baik jasmani maupun rohani.

Sekarang bayangkan jika anda nekat Mudik dan berkerumun. Dan tentunya kita paham saat mudik, kita capek, enggak mandi seharian (kalau yang mudiknya jauh pake kendaraan sendiri), bahkan makan tidak terkontrol. Sudah kebersihan kurang, imunitas menurun, apa yang terjadi kemudian jika nekat mudik di tengah pandemi sudah barang tentu clear: rawan terjangkit Covid-19.

So, bersyukur dan nikmatilah lebaran di rumah aja, tanpa mudik. Hari gini tak usah bingung kalau kangen sama orang tua di kampung: bisa telepon, video call, dan semuanya mudah murah, higienis, enggak pake pegel-pegel kelamaan di jalan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Mohon Maaf lahir dan Batin. Lebaran di tengah Pandemi, kita tetap Happy. (*)

*Penulis adalah Redaktur jogjakartanews.com

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com