Oleh: Muhammad Faisal
Setelah dua tahun lebih dihantam Pandemi Covid-19, peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke 77 tahun kembali dirayakan secara meriah oleh seluruh Rakyat Indonesia. Suka cita sebagai bentuk sukur atas kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 silam diekspresikan dalam ragam cara dan acara.
Upacara pembacaan teks proklamasi pada Pukul 10.00 WIB, yang menjadi tradisi sejak awalnya dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur No.56 atau sekarang di Jalan Proklamasi No. 5, Jakarta Pusat, menjadi sesuatu yang wajib di lingkungan pemerintah pusat hingga daerah. Sudah barang tentu, ragam kemeriahan juga terjadi hingga lingkup Rukun Tetangga. Setidaknya, setiap rumah, terutama yang di pinggir jalan memasang bendera dan umbul-umbul serba merah-putih.
Hingar-bingar perayaan HUT RI ke 77 seolah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat bangkit dari keterpurukan pasca pandemi. Terlebih tema HUT RI Ke 77 adalah “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. hal itu semakin menegaskan bahwa Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang lemah. Jangankan Pandemi selama 2 tahun, setelah konon 350 tahun dijajah saja, Bangsa Indonesia bisa bangkit melawan dan akhirnya merdeka.
Spirit kemerdekaan memang penting dan harus dirawat. Sebab, sejatinya kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, bahkan hak setiap manusia. sudah barang tentu, esensi kemerdekaan adalah mamanusiakan manusia. Merdeka dari segala bentuk penindasan manusia oleh manusia lainnya.
Memang, di sisi lain, ada saja kaum kritis yang membuat catatan di setiap HUT Kemerdekaan RI. Bahkan, ada yang seolah meragukan bahwa Indonesia sudah benar-benar Merdeka sesuai cita-cita proklamasi dan nilai-nilai Pancasila. Realitas bahwa Kemiskinan, pengangguran, dan ancaman resesi ekonomi global yang semakin terasa, tak bisa diatasi dengan baik oleh pemerintah.
Sejarah mencatat serangkaian resesi global yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir. Berbagai negara, termasuk Indonesia masuk masa resesi akibat pandemi Covid-19.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengingatkan kepada para jajaran menteri ekonominya terkait resesi ekonomi global yang semakin nyata dan beberapa kali menggelar rapat terbatas atau Ratas di Kantor Kepresidenan, terkait ancaman tersebut.
Kondisi perekonomian global memang amat terpukul akibat pandemi Covid-19. Belum lagi perang Rusia dan Ukraina, kebijakan lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan stagflasi semakin memukul pertumbuhan ekonomi. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari.
Krisis keuangan memang tidak bisa dianggap enteng. Sebab krisis keuangan, bisa memantik peristiwa politik tentu kita masih ingat, di Wilayah Asia Tenggara sendiri pernah mengalami keterpurukan ekonomi yang dimulai dari Thailand kemudian merambat ke Indonesia dan beberapa negara wilayah Asia lainnya pada 1997 hingga 1999.
Bangsa Indonesia juga tentunya belum lupa bahwa pada tahun 1998. tepatnya pada Mei, Rezim Soeharto pemerintahan yang sudah berkuasa selama 32 tahun, dilengserkan. Jadi tidak mengherankan jika setiap pemimpin negara di Dunia bakal mewaspadai resesi global.
Ketika coba merenungkan kembali semangat proklamasi 17 Agustus 1945 yang menjadi tonggak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki dasar negara Pancasila dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, berhukum positif Undang-Undang Dasar 1945, tentu kekhawatiran akan resesi ekonomi dunia tidak terlalu besar.
Sebab, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan manusai-manusia tangguh. Bayangkan saja, 230 tahun dijajah, manusia asli indonesia tidak punah. Budaya, bahasa dan adat istiadat masih lestari. Bambu runcing mampu memporak-porandakan senapan dan mesin perang canggih belanda. Kurang terpuruk apa ekonomi saat itu?
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 jelas menegaskan bahwa setelah lepas dari penjajahan, Indonesia akan menjadi bangsa yang berdaulat, adil dan makmur.
Ketika resesi global ini, seharusnya justru negara seperti Rusia yang diembargo oleh negara ‘adidaya’ dan para sekutunya negara barat. yang khawatir. Namun secara tegas presiden Rusia Presiden Vladimir Putin justru mewanti-wanti negara Barat bahwa Rusia akan terus berkembang menjadi negara yang lebih kuat terlepas dari hujanan sanksi dan isolasi yang diterima imbas invasi ke Ukraina.Putin menegaskan Rusia pasti bisa menghadapi berbagai tekanan dan hujanan sanksi yang kini semakin mengisolasi Negeri Beruang Merah dari sistem keuangan dan perdagangan global.
“Sanksi-sanksi ini akan diterapkan bagaimanapun juga. Ada sejumlah pertanyaan, masalah, dan kesulitan, tetapi kami berhasil mengatasinya di masa lalu, dan kami akan mengatasinya juga di masa kini,” kata Putin dalam rapat dengan pemerintahannya di Kremlin, Kamis (10/03).
Putin turut melayangkan ultimatum dan mengancam akan membalas sanksi-sanksi Barat dalam bentuk kenaikan harga pangan dan energi.
Putin menuturkan akan ada “konsekuensi negatif” bagi pasar pangan dunia bila negara Barat mencari masalah dengan Rusia, mengingat Moskow merupakan produsen utama pupuk pertanian.
Selain itu, Putin mengatakan tidak ada alternatif lain bagi Rusia selain melancarkan invasi ke Ukraina. Ia juga menyatakan Rusia bukan lah negara yang dapat menerima kompromi kedaulatannya hanya untuk keuntungan ekonomi jangka pendek.
“Pada akhirnya, ini semua membawa kita pada peningkatan kemerdekaan, swasembada, dan kedaulatan kita,” ujar Putin lagi seperti dikutip Reuters.
Komentar yang diutarakan Putin dalam merespons sanksi ekonomi yang dijatuhi Barat ke Rusia ini mengingatkan pidato Bung Karno, sang proklamator yang dengan tegas dalam pidatonya pada 17 agustus 1945 menyatakan, bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa Berdikari (Mandiri ) yang tidak bergantung dengan bangsa manapun.
“Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib-bangsa dan nasib-tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya”.
Semoga semangat tema HUT Kemerdekaan ke 77 tahun ini benar-benar menjiwai semangat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. (*)
*Penulis adalah jurnalis jogjakartanews.com