Gunungkidul – Ajang kontes ternak sapi, kambing, dan domba yang digelar Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka Hari Jadi ke-195 menyisakan tanda tanya besar. Digelar di Pasar Hewan Siyonoharjo, Kapanewon Playen, Sabtu (27/9/2025), acara yang menelan anggaran fantastis Rp400 juta itu justru dinilai para peserta tak semegah yang dibayangkan.
Salah satu peserta berinisial Lt, warga Playen, mengaku kecewa. Menurutnya, dengan angka ratusan juta, mestinya kontes bisa dikemas lebih menarik dan meriah, bukan sekadar tenda sederhana dan panggung kecil seadanya.
“Kalau memang benar anggarannya Rp400 juta, jujur saja, kami para peserta bertanya-tanya. Kenapa acara sebesar ini tidak terlihat berbeda jauh dari kontes rutin di tingkat kecamatan?” ujarnya penuh heran.
Kritik senada juga dilontarkan beberapa peserta dari luar daerah. Mereka menganggap gelaran yang seharusnya menjadi pesta besar peternak justru tampak sederhana, bahkan minim sentuhan profesional.
“Jujur, kami kira bakal meriah, karena ini rangkaian Hari Jadi Gunungkidul. Tapi ternyata tidak jauh beda dengan kontes ternak biasa. Misterius sekali, ke mana perginya anggaran ratusan juta itu?” ungkap salah seorang peserta.
Sebelumnya, suasana kontes sempat memanas setelah pengumuman juara kategori ekstrem sapi Peranakan Ongole (PO). Seorang peserta asal Bantul memprotes hasil lomba yang dinilai tidak sesuai kriteria, bahkan menyebut sapi pemenang bukan murni PO, melainkan hasil persilangan dengan Brahman.
Kericuhan kian membesar setelah sejumlah peserta menduga panitia lebih berpihak pada kontestan asal Wonosari. Akibatnya, peserta asal Bantul memilih walkout dan membawa pulang seluruh sapinya.
Sorotan publik pun makin tajam. Bagi sebagian besar peternak, kontes ini bukan sekadar ajang prestasi, melainkan juga kebanggaan. Namun dengan segala kontroversinya, gelaran kontes ternak HUT ke-195 Gunungkidul justru meninggalkan lebih banyak misteri ketimbang kesan positif.
Di tengah sorotan, Kepala Dinas Peternakan Gunungkidul saat dikonfirmasi membenarkan bahwa penyelenggaraan kontes menelan anggaran Rp400 juta. Ia menegaskan, angka itu sudah disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
“Semua pengeluaran sudah dihitung sesuai kebutuhan. Dan perlu diketahui, panitia berasal dari internal dinas, jadi anggaran itu memang digunakan sebagaimana mestinya,” ujarnya seolah menepis dugaan adanya penyimpangan.
Meski demikian, suara sumbang tak kunjung padam. Warga dan peserta terus membandingkan kemeriahan acara dengan besarnya anggaran yang disebut fantastis. Salah satu tokoh penyelenggara event (EO) berinisial HRS bahkan menyebut, jika ditangani pihak profesional, acara dengan tampilan serupa hanya membutuhkan dana sekitar Rp150 juta dan itu pun masih bisa menyisakan anggaran.
“Kalau saya lihat, dengan Rp150 juta saja bisa bikin kontes lebih meriah dari ini. Jadi wajar saja kalau banyak yang bertanya-tanya. Anggaran Rp400 juta itu kemana perginya?” ungkapnya. (haw)