Oleh: Mukharom*
Pengurus KNPI Provinsi Jawa Tengah, Dewan Syura Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Provinsi Jawa Tengah dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM),
Era Pandemi Covid 19 belumlah usai, kondisi yang sangat rentan inilah menuntut dan membiasakan diri untuk menerapkan protokol kesehatan. Beradaptasi dengan pandemi bukan lagi menjadi pilihan, namun merupakan keharusan, sehingga aktivitas kehidupan tetap terus berjalan. Dampak Covid 19 sangat terasa di semua bidang, baik ekonomi, sosial, agama, pendidikan, politik dan bidang-bidang lainnya. Akibat pandemi pun menyasar kepada semua kalangan, tidak hanya anak dan orang tua saja, akan tetapi para pemuda.
Pemuda dianggap sosok yang kuat dan smart. Kuat secara fisik artinya pemuda dari sisi usia masih sangat bugar dan fit untuk melakukan aktivitas yang berat sekalipun. Smart dalam arti tidak hanya pandai secara intelektual saja, tapi juga pintar dalam memanfaatkan peluang. Oleh karena itu, dibutuhkan pemuda-pemuda yang kreatif dalam melihat kondisi saat ini, guna memajukan bangsa dan negara.
Pemuda sebagai generasi penerus bangsa, tidak bisa dianggap remeh ataupun sebelah mata, kita bisa lihat peran pemuda dari sejarahnya. Sejarah kepemudaan di Indonesia telah menorehkan tinta emasnya dan ini bisa dijadikan inspirasi bagi pemuda saat ini, momentum sejarah kepemudaan dimulai sejak sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Pertama, Pada tahun 1908 ada peristiwa Kebangkitan Nasional yang dipelopori oleh Organisasi Boedi Oetomo dengan fokus utama mencerdaskan kaum tertindas dengan cara memberikan pendidikan, dari gerakan ini kemudian muncul golongan terpelajar sebagai motor penggerak perjuangan melawan penjajah, pelakunya adalah kaum pemuda. Kedua, Pada tahun 1928 ada peristiwa bersejarah dimana para pemuda bertekad memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan membentuk solideritas kebangsaan antar pemuda di seluruh wilayah Hindia Belanda, karena bangsa kita pada saat itu selain menghadapi penjajah juga memiliki tantangan lain yaitu masalah kemajemukan, dengan dipelopori kaum muda akhirnya dapat diwujudkan melalui Sumpah Pemuda, bentuk realisasinya adalah satu bangsa, satu nusa, satu bahasa yaitu Indonesia. Setiap tanggal 28 Oktober kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda. Ketiga, Puncak perjuangan kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 1945 dengan mengusir kaum penjajah, hal ini merupakan titik kulminasi dengan diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta, pelopornya pun kaum pemuda. Keempat, Pasca kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah tidak lagi menghadapi penjajah secara fisik akan tetapi menghadapi tantangan perkembangan zaman, hal ini sangat berat jika hanya dijalankan oleh pemerintah tanpa peran serta rakyat pada umumnya, guna menjadikan bangsa Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan idiologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi kita, pada masa pasca kemerdekaan ini, mengalami berbagai perubahan, mulai orde lama, orde baru dan puncaknya adalah reformasi yang semuanya dilakukan oleh pergerakan pemuda selaku motor dan eksekutornya.
Tonggak sejarah di atas merupakan cerminan dari perjuangan kaum muda yang mewujudkan solideritas bangsa melawan penjajah hingga menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Momentum Sumpah Pemuda tahun ini kita jadikan pemicu untuk menumbuhkan daya gerak mencerdaskan kehidupan bangsa dengan semangat solideritas dan nasionalisme. Menjadi pemuda pejuang adalah mutlak kiranya, dengan meneladani semangat para pemuda zaman old yang pantang menyerah, rela berkorban, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Patut kita sadari bahwa pemuda saat ini sudah mulai luntur semangat nasionalisnya, hal ini dikarenakan banyak faktor yang melatarbelakanginya diantaranya adalah faktor globalisasi yang sangat mempengaruhi sikap dan tindakan kaum muda saat ini. Globalisasi merupakan suatu keniscayaan yang harus kita terima guna meningkatkan kualitas pembanguanan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibat negatif dari arus globalisasi juga berdampak, seperti contoh peredaran narkoba, seks bebas, geng motor, bully di kalangan pemuda dan masih banyak contoh kasus lainnya akibat globalisasi yang tidak mampu difilter oleh kaum pemuda, mereka sebagai pelaku dan pengguna. Hal ini tidak sesuai dengan jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang senantiasa memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
Realitas empiris saat ini bahwa bangsa kita belum bisa memilah dan memilih mana kepentingan bangsa, negara dan mana kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Kondisi demikian dapat kita temukan diantaranya kita tidak mampu membedakan antara dominan budaya, agama, politik, ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sering kita amati di akhir-akhir ini dengan berbagai kasus pencampuradukan yang menyebabkan kerancuan berpikir yang mengabaikan rambu-rambu kehidupan berbangsa dan bernegara. Campur aduk tersebut misalnya budaya sering dicampuradukan dengan agama, agama dicampuradukan dengan politik, ekonomi dicampuraduak dengan politik dan lain sebagainya, apakah karena masuk tahun politik ? sehingga kepentingan bangsa dan negara dikesampingkan, seharusnya sebaliknya kepentingan bangsa dan negara yang utama. Akibat kerancuan berpikir di atas, muncullah habitat kehidupan yang penuh kekerasan, brutal dan lain sebagainya yang pada akhirnya “manusia memangsa manusia yang lain” ( homo homini lupus est ) dan melemahnya “manusia mengayomi manusia lainnya” ( homo homini socius est ). Hal ini yang terjadi saat sekarang, sadar maupun tanpa kita sadari.
Globalisasi mendorong negara untuk mengembangkan kekuatan sehingga mampu bersaing di dunia global, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengatasi segala perubahan dan mengadaptasi dirinya pada perubahan zaman tersebut, ini merupakan peran penting kaum muda sebagai generasi dan tulang punggung bangsa dan negara. Oleh karena itu harus dipersiapkan oleh pemuda zaman now adalah pengetahuan, keterampilan dan memiliki sikap mental yang tangguh dan positif guna memberikan kontribusi dan mampu beradaptasi dengan cepat pada perubahan bangsa dan negara kearah yang lebih baik. Selain itu pemuda harus mampu secara kolektif untuk bekerja sama memajukan bangsa dan negara melalui sebuah prestasi yang mampu mengharumkan Indonesia.
Tugas dan perjuangan pemuda sangatlah berat, oleh karena itu sinergisitas semua pihak sangat dibutuhkan baik pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Minimal pemuda memiliki keunggulan dalam berjuang mengarungi kehidupan dengan semangat pantang menyerah. Keunggulan tersebut adalah Militansi, Idialisme dan Finansial. Dapat dijelaskan. Pertama, Militansi, merupakan ruh dan nafas dalam menggerakan cita-cita yang sudah ditanamkan, miltansi merupakan etos pribadi yang rela berkorban demi kepintangan bangsa dan negara dengan mengeluarkan daya dan upaya demi semaksimal mungkin. Hal ini telah dicontohkan oleh pemuda-pemuda pada masa perjuangan melawan penjajah, semangat inilah yang harus kita pupuk dan kita jaga. Kedua, Idialisme, merupakan prasyarat dengan merumuskan cita-cita dengan strategi, taktik dan teknik guna diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari, pemuda inilah yang seharusnya tetap menjaga idealisme, jangan sampai tergadaikan oleh tawaran yang merugikan bangsa dan negara kedepannya. Ketiga, Finansial, merupakan faktor pendukung untuk operasional, sehingga cita-cita dapat diwujudkan, oleh sebab itu pemuda harus mandiri secara finansial. Kemandirian secara finansial ini yang harus dimiliki oleh seorang pemuda, dengan demikian tidak akan tergantung dengan siapa pun, dan organisasi pun tetap berjalan, program terlaksana sesuai harapan.
Pemuda yang menginspirasi adalah pemuda yang memberikan kontribusi untuk negeri, dengan berprestasi, mulai dari diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain. Tingkatkanlah kualitas diri melalui pengetahuan dengan belajar, mengasah dengan keterampilan sehingga menjadi profesional dan bersikap positif agar mampu menilai mana yang baik dan buruk, itu semua akan membawa pemuda yang tangguh dan disegani oleh negara lain. Sumpah pemuda merupakan sarana agar kaum muda senatiasa bergerak maju sehingga dapat diperhitungkan dalam membangun negara, pemuda bukanlah objek pembangun akan tetapi subjek pembangunan yang memiliki peran, sehingga asumsi pemuda menjadi sampah sangatlah tidak berdasar, kita dapat membuktikannya dengan peran aktif kita dalam membangun bangsa dan negara. Akhirnya kita berharap ditangan pemuda negeri ini tetap berdiri, ditangan pemuda negeri ini akan mandiri, ditangan pemuda negeri ini akan berdikari, gemah ripah loh jenawi. (*)
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang