Ormas Agama Tak Netral dalam Pilpres Bisa Jadi ‘Momok’

YOGYAKARTA – Terkait bergulirnya isu adanya Organisasi Massa (Ormas) berbasis agama terbesar di Indonesia yang mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), disayangkan banyak kalangan. Sebab, hal itu justeru akan menjadi momok menakutkan bagi pencerdasan politik ummat sendiri.

“Seyogiyanya memang Ormas Islam lebih berperan sebagai penjaga integritas moral umat dan bangsa, tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Khawatirnya nanti hal ini akan berkembang menjadi konflik SARA (Suku, Ras, dan Agama , red), itu kan bahaya,” tutur pengamat sosial dari UIN Sunan Kalijaga, Masroer, M.Si

Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga tersebut menengarai, adanya pimpinan ormas maupun tokoh-tokoh agama yang mendukung dan secara tidak langsung mengarahkan ummat untuk mendukung salahsatu pasangan capres-cawapres, karena murni faktor kepentingan politik praktis.

“Banyak kan tokoh-tokoh agama kita, tak hanya dari Islam, yang menjadi pendiri atau bagian dari Parpol, sehingga mereka belum sepenuhnya bisa melepaskan diri dari politik praktis. Sebenarnya itu tidak menjadi soal ketika bukan mengatasnamakan lembaga atau organisasi agama. Sebab ketika agama menjadi bungkus untuk kepentingan politik praktis, maka nilainya sudah bergeser dari yang seharusnya lebih ke sosial keumatan,” ungkap bapak dua anak, Kandidat Doktor di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) ini.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan dirinya sangat menyayangkan sikap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang mendukung bakal calon presiden Prabowo Subianto meskipun dalam kapasitas pribadi. Menurutnya sebagai panutan, tidak boleh Aqil menyatakan dirinya secara pribadi berpihak , namun di sisi lain hendak menetralkan umatnya.

Menurut mantan Cawapres Megawati dalam Pilpres 2004 itu, posisi Said Aqil berbeda dengan dirinya waktu itu.

“Ketika saya maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2014 (mendampingi Megawati, red) , saya nonaktif sebagai Ketua Umum PBNU selama enam bulan, jadi beda” ungkap Hasyim yang mantan Ketua Umum PBNU dua periode.(yud/lia)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com