Sweet Seventeen Reformasi

Oleh: Bambang Pria Kusuma*

Reformasi jalan ditempat. Kalimat itu mungkin tepat sebagai jawaban dari pertanyaan tentang kelangsungan reformasi di negeri ini. Reformasi yang digadang-gadang sebagai tonggak perubahan bangsa belum mampu menjadi pilar untuk mewujudkan masyarat yang dijanjikan; masyarakat adil dan makmur.

Terjadinya resesi ekonomi pada awal 1997 menyebabkan kondisi negara dalam keadaan yang sangat kritis. Nilai tukar rupiah yang awalnya Rp 2.575 per dollar Amerika terus mengalami kemerosotan hingga mencapai titik terendah, yaitu 16.000 per dollar. Sudah tentu membuat harga bahan-bahan produksi melambung tinggi sehingga terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Tidak terkendalinya harga bahan pokok membuat rakyat semakin menjerit.

Setali tiga uang, kondisi sosial politik pada saat itu pun tak kalah kacaunya. Orde baru selama berkuasa selalu menampakan wajah garangnya kepada siapa saja yang mencoba untuk melakukan aksi korektif,  kritik selalu dijawab dengan tuduhan subversif yang harus di asingkan dan dilenyapkan “atas nama” Pancasila dan UUD 1945. Pada kondisi ini lah rakyat mulai merasa muak dengan apa yang telah dilakukan oleh rezim ini selama lebih dari tiga dasawarsa.

Menyadari kondisi tersebut, mahasiswa sebagai kaum intelektual mulai menemukan momentumnya, perlawanan yang sebelumnya dilakukan dengan aksi-aksi yang sifatnya parsial, mulai menyadari akan pentingnya aksi yang terorganisir, aksi yang menggabungkan semua elemen kekuatan kampus. Hasilnya, ribuan mahasiswa tumpah ruah memblokade gedung DPR/MPR menyuarakan Reformasi, menuntut perbaikan menyeluruh atas kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis multidimensi.  Puncaknya pada hari kamis tanggal 21 mei 1998 Soeharto mundur sebagai tanda bahwa orde baru telah tumbang.

Sweet seventeen Reformasi

Sudah 17 tahun reformasi bergulir, jika dianalogikan pada manusia, usia 17 tahun adalah fase perkembangan fisik yang menentukan. menurut undang-undang no 40 tahun 2009, usia ini disebut pemuda yang sedang mengalami periode penting dalam pertumbuhan dan perkembangan dirinya.  

Bagi kebanyakan anak muda, usia 17 tahun dianggap sebagai usia yang spesial, tak heran selalu ada saja perayaan khusus dalam memperingati hari lahirnya, walaupun dengan cara yang sangat beragam. Usia ini selalu identik dengan sosok individu yang produktif dan mempunyai karakter yang khas diantaranya keberanian, kreatif, optimistik dan anti status quo.  Buktinya sudah banyak sejarah perubahan yang dimotori oleh mereka yang usia muda.

Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa reformasi sedang berjalan ditempat. Coba kita lihat kondisi bangsa saat ini, kesenjangan ekonomi yang terjadi di masyarakat semakin lebar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rasio gini saat ini berada pada kisaran 0,413, ini menunjukan tidak meratanya distribusi kesejahteraan yang membuat jarak lebar antara si kaya dan si miskin.

Hukum  sebagai panglima hanya menjadi jargon kosong tanpa makna, hukum yang asasinya menyuguhkan keadilan ternyata menjadi alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Penegakan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas sangat jelas dirasakan oleh rakyat kecil. Para elite politik pun acapkali menunjukan sikap ke kanak-kanakannya dalam menjaga demokrasi dan nilai-nilai Pancasila.

Jokowi yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia, sampai saat ini masih kurang memuaskan rakyat. Revolusi mental yang dijanjikan belum menemukan bentuk dan formulasinya sebagai sebuah solusi bangsa sebaliknya cenderung menjadi guyonan. Nawa cita sebagai platform pembangunan kabinet kerja belum memperlihatkan buktinya, yang muncul adalah kegaduhan di dalam dan luar istana.  

Gambaran kondisi diatas tentunya tidak kita harapkan akan terjadi terus menerus, dengan momentum reformasi yang memasuki tahun kedewasaanya, pengelolaan negara diharapkan menjadi lebih baik. Pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi harus mempunyai keberanian dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, kreatif dalam mencari solusi atas ketimpangan ekonomi bangsa, menunjukan sikap optimistik dalam menghadapi tantangan zaman. Jadilah presiden pelopor pembangunan yang mengutamakan sumber daya manusia bukan menjadi presiden pelapor apalagi hanya sebagai petugas parpol.

Dengan begitu 17 tahun reformasi benar-benar menjadi fase yang sangat spesial. spesial bukan karena tanggal 21 mei adalah hari yang sama dengan 17 tahun lalu—hari kamis, tetapi karena di fase ini agenda reformasi benar-benar dijalankan secara nyata. Sweet seventeen reformasi, Semoga.  

*Bendahara Umum PB HMI 2013-2015, Mahasiswa FISP Universitas Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com