YOGYAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MH menilai Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) pembubaran Organisasi Masyarakat (Ormas) bisa menjadi bumerang bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perppu yang menjadi alasan pembubaran Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) tersebut, menurut Yusril mirip seperti pada era Presiden Soekarno ketika membubarkan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Dijelaskan Yusril, Perppu tersebut mengandung aspek-aspek pemidanaan. Padahal, menurutnya Pemidanaan itu tidak boleh multi tafsir, namun harus jelas dan spesifik. Sedangkan dalam Perppu No 2 Tahun 2017 ini, sebagaimana bunyi pada Pasal 59 dijelaskan ormas dilarang meyakini, mengembangkan, dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Hal itu, kata dia, berbeda dengan Undang – Undang (UU) Subversif era Orde Baru (ORBA), yang lebih spesifik melarang atheisme, marxisme, dan leninisme. Kalau sekarang, kata dia, paham-paham lain sehingga tidak jelas.
“Itu berarti siapapun yang jadi penguasa, bukan cuman Jokowi, tapi misalnya pada saatnya nanti jika saya jadi presiden, saya juga akan memberangus ormas-ormas yang tidak saya sukai. Seperti dulu Bung Karno Keluarkan PNPS No 1 Tahun 1963 (Yang menjadi UU Subversi, red). Jadi tidak sempat Bung Karno menggunakan UU subversi itu, karena keburu jatuh, tapi UU Subversi dipakai pak Harto untuk memberangus pengikut-pengikut Bung Karno Sendiri,” tutur Yusril ketika menjadi pembicara dalam Dialog Kebangsaan Majelis Wilayah Korps Alumni HMI (KAHMI) DIY di Pendopo Parasamya Kantor Pemerintah Kabupaten Bantul, Sabtu (09/09/2017) siang.
Dikatakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini, dasar diterbitkannya Perppu tidak objektif, sehingga ke depan justeru bisa merugikan Jokowi dan pengikutnya ketika sudah tidak lagi berkuasa.
“Jadi saya kira Jokowi jangan senang dulu. Siapa tahu besok dia jatuh, ada penguasa baru, justeru pengikut Jokowi akan ditangkapi dengan Perppu . Karena Perppu ini tidak terbatas periode Jokowi jadi Presiden. Jadi, karena itu harus objektif bikin undang-undang. Jangan dipikir enak digunakan, karena itu bisa jadi bumerang. Undang-undang subversif jadi bumerang bagi Bung Karno dan orang-orang PKI yang terus diuber-uber selama masih berlaku, hingga kemudian dicabut jaman Presiden Habibi,” tukas Yusril
Namun demikian, Yusril menegaskan meski membela HTI yang menjadi korban Perppu, bukan berarti dia setuju dengan ide Khilafah ala HTI. Menurutnya, soal Khilafah, Yusril dan PBB punya tafsir sendiri, sebagaiman merujuk kepada pendapat Dr. Sukiman Wiryosanjoyo, Ketua Masyumi Pertama. Dijelaskan Yusril, ketika di BPUPKI ditanya oleh Sukiman, setelah merdeka apa mau membentuk negara republik atau kerajaan? Delapan orang dari Solo menghendaki kerajaan, sedangkan yang lain menginginkan republik .
“Sukiman menyatakan sistem khilafah yang diwarisakan oleh islam terutama khulafaur rasyidin lebih mendekati sistem republik daripada sistem kerajaan. Jadi bukan saya setuju dengan ide HTI. Idenya HTI saya tidak setuju soal khilafah, tapi HTI itu dizalimi, dibubarkan sewenang-wenang. Wajib hukumnya saya membela HTI,” tegasnya.
Tekad Yusril membela HTI, salah satunya karena terinspirasi pengacara Suroto Karto Sudarto, yang merupakan Cucu R Karto Sudarmo (Salah satu pendiri Syarikat Islam dan Muhammadiyah). Dikisahkan Yusril, pada Tahun 1963, Suroto membela Karto Suwiryo, tapi kemudian dia juga membela PKI.
“Jadi alasannya adalah membela yang terzalimi, meski PKI sekalipun harus dibela,” pungkas Yusril Ihza Mahendra.
Sekadar informasi selain Yusril, Dialog Kebangsaan KAHMI DIY juga menghadirkan Dr. Reni Marlinawati (Anggota DPR RI dari PPP), dan Drs. Mashuri Maschab, M. Si (KAHMI DIY). Acara tersebut dihadiri sekitar seratusan anggota KAHMI DIY, Kader HMI dan Pejabat Pemerintah Kabupaten Bantul. (rep)
Redaktur: Ja’faruddin