Oleh: Buni Hikmawati
Mahasiswa dipandang sebagai kaum intelektual dimana bangsa ini menaruh harapan besar dipundaknya. Mahasiswa juga mendapat gelar sebagai “agent of change” yang diharapkan mampu membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik untuk bangsa ini. Saat terjun ke masyarakat, mahasiswa menjadi sosok yang begitu diandalkan. Ada anggapan dari masyarakat bahwa seorang mahasiswa pasti mengetahui segala hal. Apapun permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat hendaknya dapat dicarikan alternatif solusinya. Selain itu, mahasiswa juga dituntut untuk belajar dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya untuk membawa manfaat besar bagi diri, lingkungan dan negara Indonesia.
Terlepas dari semua itu, sejatinya mahasiswa juga manusia yang masih dalam proses belajar untuk mengembangkan diri. Kampus menjadi sarana tempat mahasiswa memperoleh berbagai ilmu untuk dijadikan bekal dalam menjalani kehidupan. Menjadi mahasiswa adalah fase transisi untuk menghadapi kehidupan sebagai manusia dewasa yang mampu mengemban tanggungjawab atas pilihan-pilihan yang dijatuhkan.
Tentunya untuk menjadi pelopor, mahasiswa tidak hanya terpaku dengan bangku kuliah dan rentetan buku diperpustakaan. Mereka harus mempersiapkan diri untuk menjadi pribadi yang dapat diteladani. Dalam perpolitikan kampus, seorang mahasiswa harus memahami dengan baik makna demokrasi yang sesungguhnya dan mengimplementasikannya di lapangan melalui kegiatan pemilihan di kampus.
Pemira atau pemilihan raya mahasiswa tentu sudah akrab di telinga kalangan mahasiswa karena menjadi perhelatan yang digelar setiap tahun. Pemira merupakan ajang berkontestasi politik di lingkungan kampus. Pemira menjadi sebuah pesta demokrasi yang digunakan untuk menentukan dan memilih seorang presiden atau pemimpin yang nantinya akan duduk di Ormawa (Organisasi Mahasiswa).
Apa yang menarik dari Pemira? Pemira menjadi sebuah wahana pembelajaran mahasiswa berdemokrasi yang sangat menarik. Hal ini terlihat dimana para mahasiswa ikut andil dalam pesta demokrasi di kampus ini. Jelang pemira, biasanya tiap organisasi tengah bersiap untuk berkonsolidasi untuk menyiapkan tim pemenangan. Kesibukan menjelang pemira juga terlihat dengan adanya pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan menyusun mekanisme Pemira dan pembentukan tim pengawas yang disebut dengan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu)
Sistem perpolitikan kampus dapat dikatakan sebagai miniatur sistem perpolitikan di negara kita. Ada lembaga eksekutif yang dikalangan kampus sering disebut dengan Badan Eksekutif Mahasiswa. Lembaga legislatif yang dikenal dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa. Meskipun sistem perpolitikan di kampus hanya sebagai gambaran untuk mahasiwa ikut serta dalam perpolitikan kampus. Namun, setidaknya kampus menjadi wahana pembelajaran yang sangat baik bagi mahasiswa dalam berdemokrasi melalui kegiatan seperti pemilihan raya mahasiwa (Pemira).
Seluruh mahasiswa hendaknya turut serta dalam PEMIRA karena pada pemilihan tersebut akan ditentukan Ketua Ormawa seperti Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) baik tingkat universitas maupun fakultas, Anggota Dewan Perwakilan Mahasiwa (DPM) baik tingkat universitas mauapun fakultas dan Ketua Himpunan Mahasiwa Jurusan masing-masing. Akan tetapi, tidak semua mahasiswa akan memahami tugas, pokok dan fungsi dari proses-proses yang dijalani dalam momentum pemira. Ada juga mahasiswa yang enggan untuk ikutserta dalam keseluruhan pembelajaran politik kampus. Setidaknya, peran mahasiswa dalam setiap proses yang dijalaninya dapat dijadikan bekal yang amat berharga untuk menjadikan dirinya sebagai bagian besar dalam perubahan bangsa ini. Mahasiswa itu Pelaku bukan Penonton! (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang