YOGYAKARTA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerja sama dengan Center of International Legal Corporation(CILC) dan Reclassering Nederland melakukan kegiatan baseline study di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan beberapa Unit Pelaksana Teknis(UPT) Pemasyarakatan yang bertujuan untuk memahami manajemen rehabilitasi dan reintegrasi yang dilaksanakan pada tanggal 2-6 Maret 2020.
Sesuai agenda, Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta(Bapas Jogja) mendapatkan kunjungan pada hari keempat penjadwalan. Tim yang terdiri atas Raymond Swennehuis dan Linda Biesot dari Reclassering Nederland, Leopold Sudaryono dari The Asia Foundation(TAF), serta Deddy Eduar Eka Saputra dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, tiba di bapas Jogja dan disambut langsung oleh Kepala Bapas Jogja Muhammad Ali Syeh Banna di Ruang Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan(TPP) Bapas Jogja.Kamis(05/03/2020).
Dalam sambutannya Muhammad Ali Syeh Banna menyampaikan ucapan terimakasih dan kehormatan bahwa tim baseline study berkenan mengunjungi Bapas Jogja untuk berinteraksi secara langsung dengan Pembimbing Kemasyarakatan(PK) serta Klien Bapas Jogja.
“Besar harapan pihak kami nahwa kunjungan ini dapat saling mendiskusikan kendala dan solusi yang terjadi di lapangan, serta bertukar pendapat tentang tugas pokok dan fungsi Bapas secara lebih detail,”tuturnya.
Deddy Eduar selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan bahwa tujuan tim baseline study mengunjungi Bapas Jogja adalah untuk mengetahui bagaimana proses yang dilakukan Bapas Jogja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
“seperti halnya pembuatan Penelitian Kemasyarakatan(Litmas) yang dilakukan di Bapas Jogja dan jangan sungkan untuk menyampaikan jika terdapat kekurangan atau kendala yang ada di UPT , ini karena nanti akan kami sampaikan kepada Reclassering Nederland untuk dibantu,”ungkap nya.
Diskusi terjadi cukup seru ketika pihak perwakilan Reclassering Nederland, Raymond menanyakan tentang alasan ketertarikan para PK untuk bekerja di bidang bimbingan kemasyarakatan.
“Hal apa yang membuat anda ingin dan tertarik menjadi PK,apakah tidak ada pandangan miring tentang pekerjaan kalian yang berkaitan langsung dengan pelaku kriminal?” tanyanya.
Hal ini di jawab oleh ketua Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia(IPKEMINDO) Daerah Istimewa Yogyakarta, farid Edy Susanta.
“Pekerjaan seorang PK adalah hal yang menarik, karena berhubungan dengan berbagai macam karakter manusia, dari latar belakang yang bermacam macam menjadi salah satu modal utama untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas kami,”jelasnya.
Hal serupa pun disampaikan oleh PK Rini Rahma, yang mengatakan bahwa menjadi PK adalah suatu panggilan tersendiri baginya.
“Menjadi PK merupakan hal yang bisa dikatakan penuh tantangan, tidak terlepas karena kami bertemu dengan berbagai macam karakter dan latar belakang tindak pidana,” tambah Rini.
Disela-sela diskusi, Raymond dan Linda menyampaikan cinderamata dari Belanda, yang dibalas oleh Ali Syeh dengan penyerahan satu buah buku “Menggugah Kesadaran Eks-Napi/Klien Bapas Jogja” yang merupakan kumpulan kisah sukses sejumlah klien bimbingan Bapas Jogja.
Diskusi kembali dilanjutkan dengan pembahasan yang cukup menantang, salah satunya terkait dengan Perbedaan persyaratan pengajuan Cuti Bersyarat(CB) ataupun Pembebasan Bersyarat(PB) di Bapas Jogja, yang mensyaratkan penerimaan oleh masyarakat dan pemerintah setempat, sedangkan menurut Raymond dan Linda, pemberian parole(Masa percobaan) di belanda tidak perlu terlebih dahulu meminta persetujuan dari masyarakat atau pemerintah setempat.
“Akibatnya bisa saja klien yang tindak pidana berat, seperti pedofilia atau pemerkosaan, diserang atau ditolak oleh masyarakat sekitar sehingga perlu melibbatkan polisi untuk membawanya ke tempat yang aman,”jelas Raymond.
Leopold dari TAF menanggapi dengan menanyakan bagaimana jika hal tersebut terjadi pada klien Bapas Jogja, dimana klien ditolak oleh masyarakat, apakah ada aturan yang mengatur bagaimana penanganan kepada mereka?” tanyanya.
Rini selaku PK menjawab,”Pihak Bapas Jogja pernah mengalami hal seperti itu, memang tidak ada aturannya, namun PK dituntut untuk mencari solusi, dan yang kami lakukan adalah membantu klien untuk mencari lingkungan baru yang bisa menerimanya, dengan melibatkan penjamin atau keluarganya,”jawabnya,
Dalam diskusi ini, PK Jarot menjelaskan tentang keterlibatan dan kerjasama Bapas Jogja dengan Aparat Penegak Hukum(APH) lainnya seperti polisi, hakim, dan jaksa.
“Diskusi untuk menyatukan persepsi dalam penjatuhan hukuman, terutama untuk Anak yang Berhadapan dengan Hukum(ABH), selalu pihak kami lakukan mengingat proses penyusunan litmas ABH tidak hanya melibatkan klien dan masyarakat, tetapi juga APH,”jelasnya.
Diungkapkan oleh Linda dalam diskusi bahwa, di Belanda, petugas reclassering menyusun litmas untuk klien dewasa tidak hanya untuk mengajukan pembebasan bersyarat namun juga sejak proses persidangan untuk memberi rekomendasi kepada hakim terkait hukuman apa yang sebaiknya dijatuhkan kepada klien, sebagai petugas reclassering di bidang pidana alternatif, Linda menjelaskan bahwa sebagian besar pelaku tindak pidana di Belanda dijatuhi hukuman alternatif misalnya dengan kerja sosial, hanya sebagian kecil pelaku tindak kriminal yang dijatuhi pidana penjara. Salah satu permasalahan yang mereka hadapi,”ujarnya. adalah pandangan sebagian masyarakat yang masih sulit menerima bahwa pidana alternatif yang dijatuhkan tersebut sudah merupakan hukuman yang setimpal atas tindak pidana yang dilakukan oleh klien.
Jarot menanggapi bahwa, di Indonesia Litmas yang demikian sudah dibuat dalam peradilan pidana anak dibawah umur, dan PK memberikan rekomendasi kepada hakim terkait penjatuhan pidana kepada anak.
Selanjutnya tim baseline study melanjutkan wawancara langsung kepada dua orang klien Bapas Jogja. Wawancara dilakukan secara intens untuk mengetahui awal tindak pidana sampai dengan proses pembimbingan mereka di Bapas Jogja.
Ditemui usai kegiatan, Kepala bapas Jogja Ali Syeh mengatakan bahwa kegiatan baseline study bersama reclassering nederland ini berlangsung cukup singkat, namun produktif.
“Mengingat banyak yang perlu didiskusikan, waktu serasa cepat berlalu. Tetapi karena waktu yang terbatas tim harus segera melaksanakan kunjungan lain sesuai jadwal, wawancara dilaksanakan dengan didampingi penerjemah dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan dari Bapas Jogja diwakili oleh PK pertama Marhaeni Sekar, sehingga maksud dan tujuan dari kunjungan ini bisa berjalan maksimal seperti yang diharapkan,”pungkas nya.(sekr)
Redaktur : Henny