Oleh Ratih Firsta Kusuma
Seperti diketahui bersama bahwa permasalahan yang terjadi di lingkungan Pemasyarakatan terutama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) adalah Over crowded dan Over Staying yang dialami hampir sebagian besar Lapas maupun Rutan yang ada Indonesia. Beberapa faktor penyebab terjadinya overcrowded di lapas dan rutan di Indonesia antara lain adalah lebih dari 150 undang-undang merekomendasikan pidana penjara, kebijakan pecandu atau pemakai narkotika bukannya direhab tapi dipidana penjara, belum optimalnya penerapan pidana alternatif, khususnya untuk kasus tindak pidana ringan, seperti kasus pencurian ayam, hasil kebun dan lainnya serta berlakunya PP 99 Tahun 2012 mengenai pengetatan remisi dan pembinaan luar Lapas, beberapa faktor tersebut pada akhirnya berdampak pada over kapasitas di Lapas dan Rutan. Dengan adanya over kapasitas ini menyebabkan pembinaan terhadap narapidana menjadi tidak efektif.
Oleh sebab itu, upaya yang dilakukan adalah dengan menanggulangi overcrowded itu sendiri, salah satunya adalah dengan melakukan Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan (RPP), karena RPP ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan penyelenggaraan pemasyarakatan dalam memberikan perlakuan bagi tahanan, narapidana dan klien. RPP juga telah mengamanatkan bahwa penempatan dan pemberian perlakuan kepada warga binaan pemasyarakatan dilakukan berdasarkan pengukuran tingkat risiko narapidana. Dalam proses RPP, pembinaan narapidana akan terklasifikasi menjadi 4 tingkatan yaitu penempatan pada Lapas Super Maximum Security,Maximum Security,Medium Security dan Minimum Security. Klasifikasi ini menjadi penting, karena pembinaan narapidana selama ini tidak berjalan efektif, hal ini disebabkan banyak narapidana dengan berbagai karakter yang menempati satu lapas atau rutan yang sama.
Untuk dapat menentukan narapidana tersebut layak ditempatkan di lapas mana, maka disinilah peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) melalui Pembimbing Kemasyarakatan (PK) setelah adanya inchraht PK melakukan Assesement sesuai dengan Instrumen Screening Penempatan Narapidana, untuk menentukan tingkat resiko warga binaan. PK Selain melakukan Pembimbingan, Pendampingan dan Pengawasan, juga melakukan pembuatan penelitian kemasyarakatan (litmas). Ketika PK membuat litmas inilah PK melakukan Assesment terhadap narapidana. Assement ini merupakan penilaian risiko dengan mengukur 4 aspek dimensi yaitu, keamanan, keselamatan, stabilitas dan kemasyarakatan.
Berdasarkan hasil assesment dan litmas awal yang telah dilakukan oleh seorang PK ini maka, dapat dilakukan klasifikasi penempatan dan pemindahan bagi narapidana, karena telah diketahui karakteristik dari narapidana tersebut. Dengan keterlibatan PK dalam melakukan assesment terhadap narapidana ini, diharapkan menjadi salah satu solusi masalah over crowded dan over staying di Lapas maupun Rutan secara perlahan namun PASTI (Profesional, Akuntabel, Transparan, Sinergis dan Inovatif) dapat teratasi, karena perpindahan warga binaan ke lapas atau rutan lain telah sesuai dengan karakteristik resikonya, RPP juga meratakan jumlah penghuni pada Lapas dan Rutan, sehingga tidak ada penumpukan Narapidana pada satu atau dua Lapas/Rutan. Sehingga pada akhirnya tujuan dari sistem Pemasyarakatan yaitu membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat berinteraksi dan berintegrasi di masyarakat dengan baik dapat terwujud.
(*)Pembimbing Kemasyarakatan Muda Bapas Klaten