Oleh: Mochlasin Sofyan*
Setidaknya selama studi di IAIN Sunan Kalijaga, saya mengenal lumayan dekat dengan empat orang dari Pulau Garam, Madura yaitu Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, M.A., Ph.D., Prof, Dr. Mahfud MD, Dr. Nawari Ismail, M.A dan Dr. Abdur Rozaki, M.Si. Bang Minhaji dan Bang Mahfud (Menkopolhukam) biasa dipanggil adik-adik mahasiswa, saya mengenal keduanya cukup dekat karena di samping dosen favorit di S1 dan S2, tentu sebagai senior di organisasi kemahasiswaan Islam tertua (HMI). Dr. Nawari Ismail sebagai dosen FAI UMY, saya mengenalnya di kegiatan PWM DIY seperti menulis buku maupun pembuatan soal ujian. Sedangkan Abdurrozaki, aktivis PMII dalam periode yang sama (1996) menjadi pengurus SEMA IAIN Sunan Kalijaga.. Dari keempat orang tersebut, hampir memiliki karakter yang seragam yaitu pekerja keras, kritis, terbuka, spontan, berani menyampaikan gagasan dan tekun.
Setahun menjelang reformsi (1997), Bang Minhaji kembali mengabdi di IAIN setelah menyelesaikan studi S2 dan S3 di McGill, Canada. Sebagai aktivis, tentu saya sangat antusias menyambut kedatangan beliau untuk mendengarkan pengalaman dan perkembangan ilmu hukum Islam. Suatu malam, saya pernah sowan untuk meminjam buku berbahasa Ingris karya Abdullah Ahmed An-Na’im, Toward an Islamic Reformation: civil Liberties, Human Rights and International Law (1990). Buku tersebut banyak didiskusikan saat itu, bukan hanya mahasiswa fakultas syariah tetapi seluruh fakultas di IAIN karena dipandang mendekonstruksi pemahaman yang sudah mapan tentang konsep ayat-ayat makkiyah-madaniyah. Dari kebaikan Bang Minhaji, lahir sebuah skripsi dengan nilai A dan selanjutnya terbit sebuah buku dengan judul Evolusi Syariah (2009) diterbitkan anak perusahaan Jawa Pos Grup, Jaring Pena Surabaya.
Saya sempat tertegun sejenak saat berkunjung ke rumah, seorang doktor dari MicGill, Canada harus tinggal di perumahan dosen yang disekat dengan triplek dengan ruangan lainnya. Dari cerita yang beredar, uang tabungan beasiswa selama studi habis dibelanjakan untuk membeli buku-buku. Penampilan yang sederhana tetapi berkelas, menjadi pemandangan yang sering terlihat dari bang Minhaji. Penampilan fisiknya berbeda dengan para dosen pada umumnya yang masih merasa hidup di kampus second class. Berdasi dan berbaju cerah adalah fesyen yang dipilih untuk berkativitas di kampus. Namun demikian, tanpa ragu dan malu berkendaraan sepeda mini warna merah dari perumahan dosen ke kampus. Pilihan sepeda sebagai alat transportasi ke kampus, tentu kita diingatkan pada ahli dan “pengamal” sufisme Jawa yang juga mantan rektor IAIN, Prof. Dr. Simuh. Saya belum dapat informasi sampai saat ini, apakah Bang Minhaji bersepeda dengan alasan kesehatan atau terpengaruh pengaruh dari seniornya.
Minat terhadap pendekatan social history, tampak dari tesis yang berhasil ditulis saat menempuh S2 di McGill berjudul Joseph Schacht’s Contribution to the Study of Islamic Law (1992) yang sangat mempengaruhi corak pemikirannya. Karya-karya penting Schacht yang banyak menginspirasinya adalah The Origin of Muhammadan Jurisprudence (1950) dan An Introduction to Islamic Law (1964). Schacht menganggap bahwa hukum Islam tidak berasal dari sumber otoritatif, yaitu al-Qur’an maupun Hadits. Schacht menyimpu;lkan bahwa mashdar al-hukm yang pertama bukanlah al-Qur’an, melainkan ‘adah (hukum adat). Hal itu telihat dari akomodasi hukum Islam terhadap adat masyarakat Arab pra-Islam seperti hukuman qishash dan pembayaran diyat. Pada masa awal takwin al-hukm (pembentukan hukum), hukum adat dapat mengalahkan hukum yang dibawa Nabi Muhammad saw, namun Schacht tetap mengakui bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam.
Pendekatan sejarah krirtis ini, sungguh memikat Bang Minhaji dan selanjutnya berupaya agar menjadi perhatian pada studi Islam di PTKIN. Namun demikian, tidak sepenuhnya pemikiran Schacht diamini karena bertentangan dengan pandangan mainstream. Bang Minhaji mencoba menghadirkan Fazlur Rahman untuk memotret pemikiran Schacht dengan teori double movement. Mekanisme kerja teori ini adalah melakukan kritik sejarah terhadap norma pada sumber primer berdasarkan ruang dan waktu serta latar sosial budaya. Kemudian berupaya menangkap nilai universalitas pesan suci yang terkandung dalam sumber primer seperti al-insaniyyah, al-hurriyah, al-‘adalah, al-musawah. Kritik Bang Minhaji, bahwa kajian hukum Islam saat lebih banyak didominasi oleh persoalan praktis (produk) dan sangat jarang menyentuh persoalan teoretis atau metodologis (manhaj). Sebagai bukti keseriusannya, Bang Minhaji menulis buku Sejarah Sosial dalam Studi Islam: Teori, Metodologi, dan Implementasi (2010). Karya ilmiah ini menenkankan pentingnya Social History approach dalam studi Islam, terutama dalam kajian hukum Islam.
Pada saat menjabat wakil rektor bidang akademik dan menjabat rektor yang cukup singkat, Bang Minhaji sangat antusias untuk mengangkat derajat UIN dengan mengintegrasikan al-‘ulum an-naqliyyah (teks) dengan al-‘ulum al-‘aqliah (konteks). Teori sejarah menyatakan, bahwa hidup ini adalah lahir, berkembang kemudian surut. Sebagaimana manusia biasa Bang Minhaji tidak terlepas dari hukum sejarah yang sangat ditekuni. Selasa dini hari, Allah telah memanggilnya. Keputusan untuk mundur dari jabatan puncak, rektor yang banyak diimpikan, tentu banyak disesalkan orang. Namun, keputusan itu semakin menegaskan, bahwa beliau adalah sosok yang ingin mendedikasikan sebagai akademisi merdeka. Sepertinya merdeka sejak hati. Sebagai isyarat, sehingga Allah pun memanggil di hari kemerdekaan ini. Selamat jalan…, dengan banyak kebaikan dan amal produktif surga jannah na’im insyaallah sudah menunggu. Amin.
Alya Homestay, Sidoarum, 17 Agustus 2021
*Penulis adalah Mantan mahasiswa/Dosen FEBI IAIN Salatiga