JAKARTA – Indonesian Democration Reform Institute (INDEI) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk segera mengusut dugaan korupsi dana aspirasi rakyat Anggota DPRD Maluku Periode 2009-2014. Pasalnya dana aspirasi sebesar 2,5 Miliar dari APBD tersebut dinilai tidak rasional dan kontraproduktif dengan kinerja Anggota DPRD Maluku saat ini.
“Saya menilai ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok anggota DPRD Maluku.
Kami minta 45 anggota DPRD Maluku yang diduga terlibat, segera diusut oleh pihak yang berwenang, baik Polda maupun Kejati Maluku,” tandas coordinator INDEI Wahada Mony, dalam press release yang diterima jogjakartanews.com, Kamis (15/05/2014) malam.
Mony mengatakan, selama ini DPRD Maluku mendapat dana segar dari APBD setiap tahunnya sebagai uang aspirasi rakyat. Anehnya, kata dia, jumlahnya ternyata kurang dari yang dianggarkan, yaitu 2,5 Miliar.
“Semenjak dinaikan sejak tahun 2011 hingga 2013, alokasi penggunaan anggaran besar ini juga tidak sesuai dengan mekanisme kerja “output” dan akuntabilitas dari lembaga eksekutif ini. Jadi ini adalah penjarahan uang rakyat yang harus dimintai pertanggung jawaban di depan hukum,” kritik Mony yang juga menjabat Fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Periode 2013-2015 ini.
Harusnya, kata Mony, dana yang diperoleh oleh 45 Anggota dewan Maluku dari alokasi APBD Maluku itu digunakan untuk belanja kebutuhan pembangunan yang saat ini mengalami kemunduran. Celakanya, kata dia, pemerintah daerah ditengarai juga ikut bermain melakukan sabotase anggaran APBD untuk memenuhi kepentingan masing-masing. Menurut Mony, anggaran itu dicairkan saat masa pemerintahan Karel Albert Ralahalu dan Ros Far Far selaku Sekda Maluku.
Sementara itu, imbuh Mony, skenario jahat yang dilakoni oleh Anggota DPRD Maluku yakni dengan memainkan uang aspirasi rakyat pada tingkatan Perda agar bisa diloloskan dengan cara mengalokasi “kickback” (uang persenan) dari setiap proyek-proyek ditingkat SKPD sebagai jatah paten bagi setiap anggota DPRD Maluku.
“Ini adalah bentuk sabotase anggaran oleh sekelompok wakil rakyat Maluku. Karena liarnya anggaran ini, maka sangat naif jika lembaga penegak hukum tinggal diam untuk melakukan evaluasi dan audit anggaran secara hukum atas uang aspirasi Anggota DPRD Maluku periode 2009-2014 itu,” Cetus Mony.
Lebih lanjut dijelaskan Mony, sebagai lembaga perwakilan rakyat, fungsi konstitusional dalam penganggaran menjadi bagian yang melekat dengan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan DPRD. Tapi, ujar dia, kinerja anggota DPRD Maluku ini tidak menunjukan eksistensi pengawasan yang dimiliki.
“Justru mereka lebih memainkan peran anggaran untuk kepentingan pribadi masing-masing.
Perilaku kejahatan anggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD Maluku justru telah melemahkan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Maka tidak heran, jika uang aspirasi rakyat dijarah oleh mereka yang berkuasa. Sudah kinerja tak menonjol, prestasi yang menurun, dan pengawasannya lemah, malah melakukan kejahatan anggaran. Ini adalah perilaku wakil rakyat yang tidak aspiratif. jika Kepolisian dan Kejati Maluku tidak mengambil langkah hukum atas dugaan dana aspirasi 2,5 Miliar tersebut, maka kami akan melaporkan ke KPK. Kami akan mendesak KPK untuk segera mengusut tuntas kasus ini” Tegas Mony. (ded)
Redaktur: Aristianto Zamzami