Koperasi dan Anggota yang “Selingkuh”

Oleh : Dodi Faedlulloh*

Tumbuh besarnya koperasi tergantung para anggotanya. Bila para anggota memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi membangun koperasinya, maka tentu koperasi akan tumbuh besar. Itulah titik idealnya. Akan tetapi bila menengok kondisi perkoperasian di Indonesia, cita-cita dan idealitas koperasi tersebut masih dalam bentuk tanda tanya besar. Perlu daya dukung lebih dari banyak pihak untuk kembali menggairahkan gerakan koperasi. Agak ironi memang, mengingat koperasi yang selalu dielu-elukan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, tapi justru seakan mati suri.

Ratusan ribu koperasi berdiri di Indonesia, tapi sayang sumbangsihnya belum signifikan. Sumbangan koperasi belum melebihi capaian 2% PDB kita. Situasi ini perlu perenungan mendalam, padahal para anggota koperasi di Indonesia pun tidak sedikit. Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat ada 33.869.439 yang menjadi anggota koperasi koperasi di Indonesia. Memang bila dibanding dengan total jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta, angka ini masih bisa dibilang kecil. Tapi persoalan pokoknya kini, hemat penulis, bukan soal angka tapi dari para anggota koperasi yang sudah ada.

Menyoal Perselingkuhan

Kesetiaan ternyata  bukan hanya penting bagi orang yang sedang memadu kasih, tapi juga fundamen penting bagi masyarakat kita yang memilih menjadi anggota koperasi. Prinsip keanggotaan koperasi adalah sukarela dan terbuka. Sukarela berarti tanpa paksaan, dan terbuka berarti koperasi bersifat inklusif. Implikasi dari prinsip inilah menghadirkan prasyarat yang perlu dipenuhi, yaitu kesadaraan berkoperasi. Titik kesadaran ini yang sayangnya masih minus dalam berkoperasi kita. Apa yang terjadi di kebanyakan koperasi di Indonesia, para anggota justru malah menjalin hubungan gelap, selingkuh dari koperasi.

Para anggota koperasi konsumen yang memiliki toko sendiri tapi saat belanja kebutuhannya malah pergi ke toko lain. Atau anggota koperasi simpan pinjam, saat melakukan transaksi pinjaman, koperasi dijadikan pilihan utama tapi saat menabung justru di bank lain. Inilah contoh perselingkuhan sehari-hari yang dilakukan anggota koperasi. Sudah saatnya melakukan autokoreksi bersama. Apakah keanggotaan kita sudah benar atau tidak? Jangan sampai anggota menuntut ini-itu, tapi kewajiban anggota kepada koperasi terabaikan.

Menjadi anggota koperasi berarti memahami perannya. Secara umum anggota koperasi memiliki lima peran utama. Pertama, sebagai pemilik.  Ketika kita resmi menjadi anggota tertentu maka secara defacto dan dejure anggotalah yang menjadi pemiliki dari semua usaha yang dijalankan koperasi. Inilah karakter khas dari koperasi sebagai lembaga pengusung demokrasi ekonomi. Kepemilikan aktivitas usaha bersifat inklusif, tidak monopolistik. Laiknya sebagai pemilik, maka para anggota harus menjaga dan merawat apa yang dimilikinya.

Kedua, anggota koperasi berperan sebagai pemodal. Peran ini konsekuensi logis dari peran yang pertama. Setiap anggota diwajibkan menyertakan modal dalam berbagai bentuk instrument yang dimiliki koperasi. Bisa simpanan pokok, simpanan wajib atau cara lainnya yang tidak melanggar jatidiri koperasi yang ditujukan untuk mengembangkan usaha koperasi. Maka para anggota dituntut untuk tak melakukan lagi perselingkuhan. Karena perselingkuhan inilah yang berpotensi menciptakan keretakan dalam keutuhan kemandirian koperasi.

Peran ketiga adalah anggota sebagai pengawas. Hierarki tertinggi dalam koperasi adalah rapat anggota. Di sinilah letak filosofis koperasi sebagai people base association. Para anggota memiliki peran sebagai pengawas oleh karenanya perlu turut serta dalam mengawasi, jangan sampai koperasi melakukan penyimpangan. Beberapa penipuan mengatasnamakan koperasi yang pernah terjadi di daerah daerah karena disebabkan peran kepengawasan dari anggota yang minim. Ada anggapan yang keliru anggota disamakan dengan customer. Akhirnya anggota hanya menjadi pembeli saja tak lebih seperti fasilitas member yang banyak ditawarkan usaha lain.

Keempat, anggota koperasi adalah pengguna. Inilah perbedaan khas koperasi dengan bada usaha lain. Selain pemilik, anggota berperan sebagai pengguna. Rasionalitas menjadi anggota koperasi adalah karena adanya kesadaran tujuan yang sama antara calon anggota dengan koperasi yang dipilihnya. Kesadaran kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya anggota bisa terpenuhi melalui koperasi. Oleh karenanya  para anggota perlu meningkatkan loyalitas dalam perannya sebagi pengguna. Transaksi di koperasi adalah transaksi emosional. Memanfaatkan fasilitas koperasi bukan sebatas karena alasan-alasan toko koperasi lebih dekat, ada diskonnya, balas jasa yang rendah, atau semacamnya. Tapi lebih dari itu, ada pelibatan emosi dalam setiap transaksi. Ini lah yang semakin menumbuhkan rasa kepemilikan. 

Peran kelima adalah sebagai promotor. Anggota harus secara aktif terlibat dalam menyuarakan kemanfaatan koperasi bagi lainnya. Bisa kepada saudara, teman dekat, rekan kerja atau masyarakat sekitar. Peran ini yang perlu diinisiasi oleh para anggota. Para anggota berperan menjadi perpanjangan tangan dari promosi koperasi. Bukan hanya mempromosikan koperasi sang anggota, tapi juga kemanfaatan dan pengetahuan tentang koperasi secara umum.

Lima peran di atas bila dijalankan beriringan akan menjadi daya dukung bagi perkembangan gerakan koperasi di Indonesia. Karena, sekali lagi, yang menentukan nasib dan masa depan koperasi adalah para anggotanya sendiri yang otonom dan mandiri. Lima peran yang dilengkapi dengan partisipasi aktif para anggota dalam berkoperasi, maka cerita perselingkuhan tidak kembali terjadi. Semoga! (*)

*Penulis adalah pengurus harian Koperasi Konsumen Kopkun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com