JAKARTA – Tindakan direksi PT Angkasa Pura 2 (PT AP2) yang menalangi kompensasi pengembalian ticket (refund ticket ) kepada penumpang pesawat Lion Air menimbulkan tanda tanya publik. Bahkan Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP BUMN) bersatu menilai hal yang dilakukan PT AP2 adalah suatu kebodohan.
“Karena PT Angkasa Pura Dua yang merupakan BUMN menalangi perusahaan swasta yang terindikasi merugi, sehingga tidak menutup kemungkinan akan mengembalikan talangan,” kata Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, FX.Arief Poyuono ,SE dalam keterangan pers yang diterima jogjakartanews.com, Minggu (22/02/2015) siang.
Arief menjelaskan, bisnis airline bukanlah bisnis yang mudah untuk mencapai profitkarena high risk and low profit (Beresiko tinggi dan keuntungan rendah, red) . Dalam sejarah dunia penerbangan komersil di Indonesia, menurutnya beberapa maskapai penerbangan nasional terpaksa berhenti terbang dan tidak beroperasi karena berbagai masalah.
“Umumnya karena terbelit masalah utang. Ini terbukti dengan banyak airlines domestic seperti Bouraq Ailines, Sempati Air, Batavia Air, Jatayu Air, Bali Air, Adam Air, AW Air, Mandala Airlines, Star Air, dan juga airlines kawakan milik Negara seperti Merpati Nusantara Air tak luput dari kebangkrutan , Ini bisnis enggak gampang. Satu kesalahan akan membuat banyak biaya. Sedangkan perusahaan yang masih bertahan, sebagian membukukan rugi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan Arief, sepanjang kuartal I 2014, PT Garuda Indonesia Tbk melaporkan rugi bersih sebesar US$ 164 juta. Indonesia Air Asia merugi Rp 390,4 miliar, berbanding terbalik dengan keuntungan Rp 42 miliar yang didapat pada periode yang sama tahun 2013.
“Nah apakah Lion Air tidak bernasib sama dengan pesaingnya? tentu ini sudah terlihat tanda tandanya dengan seringkalinya delay yang terjadi dalam penerbangan Lion Air ,Pada Maret 2013,” tukasnya.
Lion Air saat ini menumpuk hutang luar negeri. Bank Exim Amerika Serikat telah menyetujui komitmen akhir dari $ 1,1milyar dollar jaminan pinjaman untuk membiayai ekspor dari armada pesawat Boeing ke Lion Air. Sementara Untuk Apple Bank Saving (New York) menyediakan pembiayaan, dengan kemungkinan tambahan dana yang disediakan oleh investor pasar modal melalui Bank-guaranteed bond dari Bank Exim Amerika.
“Tentu di tahun 2015 menurut sistem pinjaman kredit eksport pesawat dari bank yang berlaku di Bank EXIM Amerika atau pun ECA ( Europe Credit Agency ) masa grace periode pinjaman kredit pemebelian pesawat Lion Air sudah habis dan saatnya untuk membayar angsuran kredit dan tahun 2013 hingga 2014. Dunia penerbangan Indonesia memasuki masa paceklik dengan keadaan ekonomi dunia yang bergejolak dan tingginya harga minyak dunia hingga mencapai 100 US dollar lebih,” tandasnya.
“Dengan adanya indikasi bangkrutnya Lion Air tersebut, talangan yang diberikan PT Angkasa Pura untuk kompensasi kerugian penumpang Lion Air jelas tindakan bodoh,” tegasnya. (pr/ded)
Redaktur: Rudi F