SUMENEP – Jika kaum ibu di madura umumnya dikenal dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga biasa yang senantiasa mengurusi rumah tangga saja, tidak demikian dengan kaum ibu yang ada di daerah timur Madura, tempatnya di daerah di Kecamatan Kalianget, Sumenep. Ibu-ibu ini rela berpanas-panasan melawan terik matahari yang menyengat tubuhnya.
Saking panasnya, mereka menutup kepalanya dengan kain untuk melindunginya dari sinar matahari langsung. Kulit mereka juga tampak hitam, mungkin hal itu merupakan dampak dari proefesi mereka yang kesehari-harinya bekerja sebagai kuli, ya kuli bongkar muat di sebuah pelabuhan kecil di Kalianget, dikenal dengan sebutan pelabuhan Gersik Putih.
“Terpaksa mas, harus dikerjakan meski panas-panasan. Mau gimana lagi namanya juga buat kebutuhan,” begitulah kira-kira jawaban Suntini, salah seorang kuli bongkar muat ketika ditanya jogjakartanews.com terkait profesinya seraya menggunakana bahasa Madura. Sutini merupakan kuli bongkar muat yang sudah sejak 5 tahun terakhir bekerja sebagai kuli bongkar muat di pelabuhan Gersik Putih. Pasalnya, menggantung pada pekerjaan suami yang pas-pasan sebagai tukang becak tidaklah cukup.
“Anak empat, apalagi kan kalau sekarang-sekarang ini misalnya, kebutuhan bentar-bentar naik, kemaren naik lagi, gak cukup mas.” Keluhnya. Menurut penuturan ibu empat anak itu, bekerja sebagai kuli bongkar muat di pelabuhan tidak memiliki jadwal yang pasti. Tergantung adanya perahu yang bersandar dan siap dibongkar. “Tergantung perahu mas, kalau ada yang mau dibongkar ya kerja, kalau tidak ada yang paling cuma duduk-duduk saja disini sambil berharap ada yang datang. Tapi tiap harinya sih mesti ada,” terangnya.
“Yang dibongkar apa aja mas, tapi sih biasanya pasir putih dan pasir hitam kayak gitu,” jawab Sutini seraya menunjuk gunungan pasir hasil dari kerja dirinya dan juga kuli-kuli yang lain. Ditanya berapa pendapatan sehari-hari, Sutini mengaku tidak pasti. “Tapi biasanya 50ribu sudah pasti, kadang nyampe juga 100ribu”
Sebagai seorang pekerja sekaligus ibu rumah tangga, menjalankan kedua-duanya sekaligus tentu tidaklah mudah. Butuh ketekunan dan tenaga ekstra untuk melakukan itu. Pagi-pagi sudah harus mempersiapkan sarapan untuk anak-anak dan suaminya. Belum urusan rumah tangga lainnya seperti nyuci, nyetrika, nyapu dan lain-lain. Setelah itu semuanya beres, baru bisa berangkat kerja.
“Memang harus kuat, pekerjaan rumah tangga kan tidak mudah mas, apalagi setelah itu kita harus memanggul pasir setiap harinya sambil panas-panasan,” kata pekerja yang lain, Arifah. “kita memang harus pintar-pintar jaga kesehatan dan stamina, biar kuat, apalagi kalau lagi banyak yang mau dibongkar bisa dari padi sampe petang” timpalnya lagi.
Di kota, kita mengenal wanita karir, supermom dan hal segala julukan lainnya. Maka inilah supermom dan wanita karir yang ada di Madura. Mereka tidak mau kalah dengan kaum pria dalam mencari nafkah. Usia mereka pada umumnya diatas 35 lima tahun, sebab usia dibawahnya masih memiliki kecenderungan gengsi dan sebagainya.
Bagi mereka, kebutuhan keluarga harus lah difikirkan sama-sama bersama dengan suami. “Ya kasihan juga toh mas, suami mampunya segitu masak kita mau ngeluh, kalau istri kuat kenapa tidak untuk membantu kan, lagian kalau kata anak muda, kala sudah cinta ya susah senang bersama, kita mau jadi istri dia ya berarti kita juga harus mau dong susah senang sama dia, kalau gak berantem ta,” kata Arifah seraya tertawa. (ian)
Redaktur: Yudi