Oleh: Herman Kurniadi*
5 Febuari 1947 Masehi atau tepatnya tanggal 14 Rabiul Awal lahirlah gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi yang diprakarsai oleh Lafran Pane beserta kawan-kawannya disebuah kampus yang sekarang disebut dengan Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Organisasi itu bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebelum lahirnya HMI, terlebih dhulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Perserikatan Mahasiswa Yogyakara (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Yogyakarta, yaiu Sekolah Tinggi Tehnik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI), dan Balai Perguruan Tinggi Gajah Madha.
Kelahiran HMI, tepatnya ketika Indonesia yang masih berumur jagung (sekitar 1Tahun 7 bulan 8 hari) sejak Proklamasi pertama disampaikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945. Kehadiran HMI tersebut juga merupakan suatu hal yang sangat baik untuk pembangunan suatu bangsa yang baru saja memerdekakan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sebab, tidak bisa dipungkiri, dari dulu sampai sekarang peran penting HMI selalu ada dalam membangun negeri.
Seiring perkembangan zaman, seiring itu pula perkembangan HMI harus terus dikembangkan, agar tetap bisa berperan aktif membangun bangsa dan menjaga kedaulatan negara. Didasari itulah penulis memiliki ide yang menurut penulis harus di sampaikan atau disosialisasikan keseluruh cabang yang ada di Indonesia. Bahkan kalau bisa diharuskan atau diwajibkan oleh Pengurus Besar (PB) HMI melalui surat edaran atau surat keputusan, serta bekerja sama dengan Badan Kordinator (BADKO) atau Cabang setempat sebagai pengontrol, sebagai salah satu cara untuk turut serta dalam membangun negeri.
Adapun gagasan penulis yaiu:
“mengharuskan/ mewajibkan setiap komisariat dibawah cabangnya masing-masing, untuk MEMILIKI DESA BINAAN selama masa kepengurusan (1 tahun) atau lebih (2 desa binaan selama masa kepengurusan)”
penulis yakin, jika hal tersebut dijalankan/ terealisasi dengan seksama dan maksimal. Setiap tahun akan selalu ada desa yang “naik” derajatnya. Dan jika desa tersebut digolongkan desa tertinggal) menjadi desa yang lebih baik lagi.
HMI memiliki 192 cabang diseluruh penjuru Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Dan disetiap cabang minimalnya memilik 4 (empat) komisariat (salah satu syarat mendirikan cabang), berarti 192 (cabang) X 4 (komisariat) = 768 komisariat (hitungan minimal 4 komisariat disetiap cabang), yang berarti akan ada 768 desa yang akan “terbangun” setiap tahunnya, bagaimana jika hal tersebut terjadi selama 5 (lima) tahun, 10 (sepuluh) tahun kedepan dan seterusnya?. Indonesia bisa menjadi negara makmur atau maju dan HMI lebih memiliki peran penting disetiap pembangunan Negeri.
Penulis juga meyakini, bahwa kader-kader HMI memiliki kredibilitas yang tinggi dan kemampuan yang mumpuni untuk mendampingi dan mengangkat derajat desa yang tertinggal. Hal ersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Jendral Soedirman, bahwa HMI bukan saja Himpinan Mahasiswa Islam, tetapi juga Harapan Masyarakat Indonesia.
Besar harapan penulis ide-ide dalam sayembara ini bisa terealisasikan dan tersampaikan dalam konkres yang ke 29 di Pekan Baru Riau terlebih ide penulis tersebut diatas. Penulis terus yakin dan percaya, bahwa kader-kader HMI mampu menjawab tantangan kedepannya. [*]
*Penulis adalah Kader HMI Cabang Yogyakarta. Artikel ini merupakan salah satu dari 5 Favorit lomba sayembara Karya Bagi Negeri dengan tema: “Harapan Kader untuk Pengurus Besar (PB) HMI ke Depan Menuju Indonesia yang Lebih Baik”.