Oleh: Ja’faruddin. AS*
Apa bedanya Media Massa Online dengan website pribadi, blog, ensiklopedi digital, official web institusi/ perusahan/ organisasi, toko online, dan Sosial Media (Sosmed)? Banyak masyarakat yang mempertanyakan hal itu. Meski bukan pakar, namun sebagai jurnalis dan praktisi Media Massa Online, saya mencoba menjawab.
Sebuah website bisa disebut Media Massa Online harus memenuhi syarat-syarat Media Massa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Sesuai UU Pers, perusahaan Pers harus berbadan hukum (lihat pasal 1 dan 9).
Kemudian, harus memenuhi standar Pedoman Media siber dewan Pers, diantaranya berkantor/beralamat jelas, pemilik dan pengelola jelas identitas dan kompetensinya. Selain itu, produk pemberitaannya juga harus sesuai standar atau kaidah penulisan jurnalistik, serta tidak melanggar UU Pers. Misal dilarang SARA, Porno, Rokok, Miras dan rahasia negara (konfindensial).
Ketentuan Dewan Pers tersebut pada dasarnya merujuk kepada UU Pers. Jadi, pedoman terpenting adalah UU Pers yang merupakan produk hukum negara. Sedangkan Peraturan dewan Pers (Selama tidak bertentangan dengan UU Pers) dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dikeluarkan asosiasi atau lembaga profesi wartawan (seperti AJI, PWI, IJTI) bukan produk hukum positif.
Namun demikian, ketentuan dewan pers dan KEJ acuan normatif yang sedianya juga ditaati oleh insan Pers. Akan tetapi, menurut saya Pers profesional atau tidak parameternya adalah sesuai atau tidak dengan UU Pers.
Sedangkan catatan pentingnya adalah bahwa Media Daring (dunia maya) lain yang bukan Media Massa Online tidak mengacu kepada UU Pers dalam pembuatannya.
Selanjutnya, ada pertanyaan lagi, apakah benar diera Sosmed setiap orang bisa jadi pewarta/wartawan/jurnalis?
Jadi begini, menurut ensiklopedia Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada (Suhandang, 2004:22). Kalau kala-kala terbit kala-kala tidak, sudah pasti bukan Pers.
Pasal 1 ayat (4) UU Pers menyebutkan wartawan adalah orang yang secara teratur melakukan kerja jurnalistik. Sementara, Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menampikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Oleh karenanya, tulisan sebagus apapun kalau diposting di Sosmed atau web pribadi, official web bukan media siber (media massa online) berarti bukan Karya Jurnalistik, dan artinya penulisnya bukan wartawan sebagaimana pengertian Pers.
Lalu apakah Opini sama dengan Berita atau bisa disebut Karya Jurnalistik? Opini berbeda dengan News atau Berita. Bahkan wartawan dilarang beropini dalam menulis berita. Apa yang dituliskan adalah berdasarkan informasi dari narasumber, data dan fakta di lapangan, relevan dengan kepentingan publik.
Dalam menulis berita, seorang jurnalis juga harus memenuhi unsur jurnalistik 5 W + 1 H (What, When, Where, Who, Why plus How), cover both side (berimbang) dan tentu saja tidak melanggar UU Pers. Misalnya, kalau narasumber off the record ya jangan ditulis. Atau misalnya korban peristiwa traumatik, seperti perkosaan ya jangan ditulis nama, alamat lengkap dan seterusnya secara fulgar.
Sedangkan Opini adalah pendapat seseorang. Tapi Opini juga bisa disebut karya jurnalistik ketika itu dimuat di media massa. Ketika Opini diserahkan ke Media Massa, maka karya itu bukan lagi milik penulis, tapi milik Media Massa.
Media Massa dalam memuat Opini juga harus mempertimbangkan kaidah sebagaimana diatur UU Pers. Biasanya, sebelum memuat Opini, Redaksi melihat background penulisnya. Semisal, penulisnya memang pakar dibidangnya, menggunakan referensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, menulis sesuai kepakarannya dan relevan dengan kebutuhan publik yang kekinian (up date).
Sedangkan Opini Pribadi adalah Opini seseorang yang ditulis bukan di Media Massa, misalnya di Sosmed seperti WA, FB, Tweeter dan sebagainaya. Opini Pribadi dalam sistematika dan prosedur penulisannya juga berbeda dengan karya ilmiah.
Nah, disinilah benang merahnya dengan HOAKS. Sudah dipastikan kalau Karya Jurnalistik, Berita Jurnalistik, Opini Jurnalistik, Karya Ilmiah bukan HOAKS (sekali lagi sejauh tidak melanggar UU PERS dan KEJ). Kebanyakan HOAKS berasal dari Opini Pribadi. Tapi tidak semua Opini Pribadi itu HOAKS.
Apa yang saya sampaikan diatas bisa menjadi alat deteksi apakah info yang anda terima itu HOAKS atau bukan.
Kira-kira begitu korelasi antara membedakan Media Massa Online dan BUKAN Media Massa Online dengan HOAKS, tentu sebatas pemahaman saya yang masih dangkal. Harapannya juga agar tidak menjustifikasi wartawan/jurnalis/pewarta secara semena-mena, apalagi dengan meng-gebyah uyah (menyamaratakan). (*)
* Penulis adalah jurnalis jogjakartanews.com