Merdeka dari Mental Inferior

Oleh: Kodrat Alamsyah*

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarho-Hatta berhasil memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Kini tidak terasa telah masuk bulan Agustus 2019, Bangsa Indonesia akan memperingati hari kemerdekaannya yang ke 74. Peringatan kemerdekaan Indonesia sering dimeriakan dengan beberapa lomba-lomba khas dari seluruh penjuru tanah air. Sebut saja, lomba panjat pinang, makan kerupuk, pukul air, perang bantal dan beberapa lomba lainnya. Namun sayangnya, perayaan-perayaan tersebut dapat dikatakan hanya sebagai candu belaku agar seolah memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa Indonesia sudah benar-benar merdeka.

Padahal, kegembiraan yang didapatkan dari perayaan tersebut hanya sebentar saja. Sebab saat ini, Indonesia belum benar-benar merdeka dari penjajahan secara penuh. Negara masih gagal membebaskan rakyatnya dari penindasan intelektual. Pembunuhan, penganiyaan, pemerkosaan, dan beberapa tindakan tercela yang lain masih menjadi menu harian rakyat Indonesia. Keamanan di negeri ini masih dipertanyakan. Bahkan, bukan hanya tidak aman dari gangguan yang lain, rakyat pun masih tidak aman dari penguasa sendiri.

Merujuk dari KBBI, kata merdeka diartikan bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya) dan berdiri sendiri. Lantas, apakah Indonesia sudah bebas dan berdiri sendiri? Kondisi rakyat Indonesia bisa menjawab pertanyaan tersebut. Saat ini, ketika Indonesia memasuki usia ke 74, masih ada rakyatnya yang belum mendapatkan pendidikan. Masih ada juga daerah yang mempunyai SDA melimpah, tetapi kehidupan rakyatnya memprihatinkan. Sampai saat ini, Indonesia masih tergantung kepada negara lain.

Memang, secara fisik tidak ada tentara mereka yang berkeliaran di Indonesia. Namun dalam kebijakan politk, sosial, hukum, dan ekonomi Indonesia masih disetir oleh negara-negara luar. Tambang emas, minyak, gas dan sumber daya alam lainnya dikuasi oleh perusahaan-perusahaan asing. Tidak tangung-tanggung, perusahaan-perusahaan itu pun dilegalkan oleh undang-undang. Menarik, jika dicoba meruntun ke belakang untuk menemukan akar masalah kenapa Indonesia jauh dari kata maju? Maka akan masuk pada simpulan bahwa faktor itu ada pada mental rakyat.

Mentalitas rakyat yang ada di dalamnya sangat menentukan kemajuan dan kemunduran negara tersebut. Jika mental rakyat positif, maka akan membawa negara ke arah yang positif. Begitu pun sebaliknya. Tidak ada negara maju yang ditopang oleh warga negara yang bermental inferior.

Lihat saja negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Cina, pasti warga negaranya menganggap bangsanya lebih unggul jika dibandingkan bangsa lain. Spirit itulah yang kemudian membuat mereka “unggul” dalam pergaulan internasional Mentalitas sangat memengaruhi arah bangsa akan melangkah. Masalah saat ini, rakyat Indonesia maupun pemerintahnya masih dijajah oleh mental inferior. Bagaimana tidak? Indonesia, negeri seluas ini, yang kekayaan alamnya melimpah, malah tidak mampu membuat rakyatnya kaya. Perguruan tinggi di Indonesia yang di dalamnya terdapat SDM terbaik dan sebagiannya lulusan universitas ternama di dunia dengan predikat terbaik, masih belum memberikan produk unggulan yang membanggakan.

Inilah penjajahan yang harus segera dihapuskan di Indonesia. Sebab, mental inferior merupakan penghambat utama peradaban di Indonesia. Pertama kali yang harus dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah penyadaran secara penuh kepada seluruh elemen masyarakat. Rakyat Indonesia harus menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang mampu berdiri sendiri.

Indonesia memilki SDA yang melimpah dan SDM yang banyak. Kalaulah kedua ini dimanfaatkan dengan baik, tentu tidak akan ada lagi rakyat yang melarat. Selanjutnya, guna menambah semangat, rakyat Indonesia perlu merenungkan kembali perjuangan para pahlawan dalam mengusir para penjajah di bumi pertiwi ini.

Bulan Agustus merupakan momentum yang tepat untuk melakukan perenungan tersebut. Jangan sampai perjuangan para pahlawan yang telah rela mengorbanka jiwa dan ragaranya menjadi sia-sia Selain itu, dukungan dari pemerintah sangat diperlukan. Sebab dengan kekuasaan, apa yang ingin dilakukan bisa lebih mudah tercapai.

Pemerintah harus memiliki political will yang kuat untuk menyelesaikan ketertinggal ini. Agar memiliki political wiil yang kuat, tentu pemerintah harus diisi oleh orang-orang yang bermental superior. Wa Allah A’lam bi al-Shawaab. (*)

*Penulis adalah Sekretaris Jendral Center for Democracy and Religious Studies Semarang dan Mahasiswa Syariah & Hukum UIN Walisongo Semarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com