Sumpah Pemuda dan Sampah Ibu Kota

Oleh: Wahyuningsih*

28 OKTOBER 1928 menjadi salah satu saksi sejarah tonggak berdirinya perkumpulan kaum muda Indonesia dalam memperjuangkan pergerakan kemerdekaan. Tanpa sumpah pemuda, maka semangat persatuan Indonesia tidak akan pernah terwujud. Kobaran semangat dan kegigihan pemuda dalam berjuang merebut kemerdekaan Indonesia  yang kala itu bermimpi untuk bersatu dalam kebhinnekaan Indonesia, membuahkan hasil yang penuh rasa syukur. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia sudah dapat bernafas menghirup udara segar. Negara maritim dengan hijaunya alam yang penuh rempah-rempah ini, sudah tidak lagi merasa takut akan adanya penjajah.

Namun, semangat persatuan pemuda-pemudi Indonesia kala itu yang bergelora tidak sampai kepada generasi berikutnya, terutama generasi milenial. Semangat membara kaum muda kini semakin padam termakan usia. Malah, kini Indonesia bukan kaya akan semangat pemuda, tetapi kaya dengan bencana alamnya. Salah satu bencana tahunan yang ada di Indonesia yaitu banjir di  Jakarta, penyebabnya tak lain adalah karena banyaknya tumpukan sampah yang memenuhi pinggiran ibu kota. Lantas apakah semangat Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak sejarah persatuan akan punah di kemudian hari dan hanya akan menjadi dongeng bagi generasi Bangsa Indonesia ke depannya?

Peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober seharusnya menjadi motivasi pemuda masa kini untuk lebih berprestasi, karena bentuk penjajahan sekarang ini bukan lagi bersenjata, melainkan penjajahan abu-abu dari dalam bangsa sendiri. Penjajahan yang lebih menakutkan dari penjajahan sebelumnya, salah satu bentuk penjajahan itu terlihat dari rusaknya alam Indonesia karena ulah tangan-tangan penduduknya sendiri. Sebut saja masalah banjir di ibu kota yang setiap tahunnya terus memadati pemukiman warga.

Indonesia belum merdeka dari penjajahan alamnya. Lingkungan di wilayah Jakarta dan sekitarsemakin tak terkondisikan akan sampahnya. Para pemimpin mudanya pun semakin membabi buta dalam menggunakan kekuasaan untuk kepentingan perutnya, sumpah dan janji mereka hanya sebatas pemanis untuk memenangkan hati rakyat kecil.Pemimpin muda harusnya melek dan sadar akan rusaknya negri ini. Sampah semakin menggunung, sedangkan pemudanya hanya asyik dengan hiburan yang digenggam (gadget). Masih hidupkah sumpah-sumpah dari para pemuda Indonesia sekarang ini?

Dalam kondisi sekarang, pemuda-pemudi perlu mencontoh perjuangan pahlawan yang dapat mengikrarkan Sumpah Pemuda itu dengan memperkuat ilmu pengetahuan, kemampuan, moral, etika, dan kepedulian lingkungan sebagai perwujudan rasa cintaterhadap tanah air. Minimnya  rasa kepedulian pemuda akan lingkungnya menunjukkan bahwa hakekat sumpah pemuda kini tak lagi hidup, yang ada hanya rasa acuh. Di era teknologi yang semakin meluas dengan berbagai ragam jenisnya, justru semakin membuat kepekaan kaum muda menghilang untuk mengulurkan tangannya mengelola lingkungan di negeri yang hampir tercemar ini.

Pemuda juga bagian dari masyarakat yang harus turut serta dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Namun sangat sulit melihat pemuda yang terlibat langsung. Pemuda sering dibingkai di media massa sebagai: sumber masalah, sumber kerusuhan, apatis, dan individualis yang jauh dari pergerakkan masyarakat. Pemuda juga selalu dikaitkan dengan hal negatif di lingkup masyarakat dan sangat egois. Apalagi saat dikaitkan dengan lingkungan, pemuda sangat dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Dengan turut diberdayakannya pemuda dalam proses pengelolaan sampah merupakan bagian pembelajaran bagi pemuda untuk lebih bermasyarakat.

Pemimpin negri baiknya dapat menghidupkan serta mengaktifkan kembali organisasi muda atau yang lebih dikenal dengan Karang Taruna sabagai wujud nasionalisme terhadap Indonesia. Dengan demikian, karang taruna dapat membantu menyadarkan para pemuda agar tahu pentingnya pengelolaan sampah dan ikut berperan dalam pengelolaan sampah. Peranan pemuda dalam pengelolaan sampah sangat diharapkan karena pemuda dipandang memiliki ide dan gagasan yang kreatif dan inovatif serta memiliki energi yang besar bagi perubahan sosial.

Dengan teknologi yang semakin cerdas dalam genggaman, pemuda harusnya dapat memperbaiki rusaknya Indonesia, bukan malah menjadi generasi menunduk yang hanya menggunakan gadgetnya sebagai media eksis di dunia maya dan tidak membuahkan hasil yang positif. Menjadi pemuda yang melek akan kondisi negrinya, pemuda harus lebih berdiri tegap dalam berperan membenahi kerusakan-kerusakan wilayahnya dan harus cerdas serta lebih kreatif dalam memanfaatkan dunia teknologi yang super canggih ini. Dengan demikian, makna sumpah pemuda dapat terus hidup sepanjang zaman. Tidak dengan melawan bangsa asing, melainkan mampu meluluhkan penjajahan yang berasal dari dalam bangsanya sendiri.(*)

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah UIN Walisongo Semarang

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com