Menyikapi Krisis Moral Pahlawan

Oleh : Agung Setiawan*

 “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri,”  Ir. Soekarno.

Setiap 10 November menjadi momentum penting bangsa Indonesia merefleksikan diri atas sejarah kemerdekaan Indonesia 74 tahun silam. Perjuangan  dalam perang besar merebut kemerdekaan berlandas jiwa, raga serta hartanya yang rela dikorbankan kala itu dan  mereka layak  disematkan menjadi pahlawan kemerdekaan. Memaknai Pahlawan tidak harus mereka yang mengangkat senjata, melakukan delegasi, negosiasi dalam proses merebut kemerdekaan melainkan di era sekarang konsep pahlawan adalah orang yang mampu mengharumkan nama Indonesia melalui karya, inovasi dan kontribusinya.

Era ini, bangsa indonesia memasuki masa baru penuh berbagai problem kebangsaan, politik, krisis moral dan krisis keadilan  oleh karena itu perlunya mengenang dan merenungi kembali jasa jasa pahlawan.  Memang banyak  generasi sekarang memiliki prestasi dalam mengharumkan nama bangsa namun semua itu tidaklah guna jika melalaikan moralitas diri dalam memajukan Indonesia. Dalam berjuang demi bangsa masih ada sikap egois, memikirkan dirinya sendiri serta kelompoknya demi kepentingan mereka, secuil contoh terlihat pada pejabat yang duduk  di kursi pemerintahan

Ketika pemilihan pejabat banyak yang memperlihatkan  sikap positif dan niat tulus mereka untuk berjuang demi bangsa.  namun sungguh sangat ironi jika semua itu hanyalah kedok bagi mereka untuk merenggut hati rakyat dalam berjuang memajukan Indonesia, jika itu terjadi maka ketika sudah berada dikursi pemerintahan mereka malah berpaling bukan lagi berjuang demi kemajukan Indonesia namun perjuangan mereka hanya untuk kepentingan pribadi.

Berdasarkan data dari tirto.id berdasarkan catatan KPK dari tahun 2004 hingga 2019 kasus korupsi paling banyak terjadi pada 2018 dengan jumlah 260 kasus. Anggota DPR dan DPRD menjadi aktor yang paling kerap terjerat dalam kasus kasus korupsi dengan jumlah sebanyak 103 kasus.(17/03/2019). Telah  terbukti jelas bahwa mereka yang katanya memperjuangkan bangsa justru melakukan tindakan tak bermoral dengan sikap yang dimilikinya.

Pembenahan Moral Value

Maraknya kasus korupsi yang merambah ke sistem birokrasi pemerintahan haruslah diakhiri. Disadari atau tidak kasus tersebut akan menyebabkan destruktivitas sendi-sendi peradaban bangsa Indonesia karena pemerintah merupakan cerminan masyarakat sebagai sosok pejuang kemajuan Indonesia. Menyikapi dari itu jadi bukan hanya prestasi secara akademik yang diperhatikan tetapi pemahaman moralah yang tentu diperlukan untuk meminimalisir kasus korupsi tersebut sehingga tidak menjadi budaya di Indonesia.

Maka pembenahan moral dalam diri pemerintah sangatlah diprioritaskan mengingat kemarin 20 oktober 2019 adalah acara pelantikan presiden dan wakil presiden baru yang selanjutnya disusul dengan pemilihan menteri dan kesemuanya terhimpun oleh Kabinet Maju. Harapannya adalah juga dibarengi kemajuan etika bangsa Indonesia.

Dalam Alqur’an surat Annisa (58-59) yang artinya Sesungguhnya Allâh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allâh memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allâh adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allâh dan ta’atilah Rasûl(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (al-Qur’an) dan Rasûl (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. 

Ayat tersebut memiliki sarat makna bagi kehidupan kita ketika menjadi seorang pemimpin. adapun pertama, berisi tentang pentingnya menjalankan amanat yang diberikan dengan sebaik baiknya tanpa adanya pengurangan maupun ditambah tambahi termasuk amanat didalamnya yakni kekuasaan, harta, rahasia  dan segala yang diperintahkan atas dasar kepercayaan. Kedua putuskanlah hukum dengan seadil-adilnya tatkala diberi wewenang menetapkan, mencakup hukum pada nyawa, harta, kehormatan seseorang, kerabat ataupun orang lain, teman ataupun musuh, dan tidak berbuat curang atas penetapan hukum tersebut.

Dengan begitu kesepenuhan hati adalah kunci utama yang tidak di tawar lagi dalam menjalankan amanah dan berjuang demi bangsa, Sehingga akan nampak sosok kepahlawanan yang sesungguhnya disetiap pribadi dalam berjuang melawan bangsa sendiri dari kekotoran kekotoran yang dimiliki pejabat pada masa kini.  Wallahu’alam bi as Shawab (*)

*Penulis adalah Mahasiswa UIN Walisongo, Mahasantri Ponpes Bina Insani Semarang

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com