Muslimah dan Fenomena Crosshijabers

Oleh : Agung Setiawan*

Baru-baru ini kelompok cross-hijabers tengah menghebohkan masyarakat Indonesia bahkan menjadi trending di jagad media sosial belakangan ini. Cross-hijaber merupakan julukan untuk seorang pria yang suka memakai baju muslim perempuan lengkap dengan jilbab dan cadar hingga tak satupun orang mengenali secara jelas.

Sebenarnya asal nama dari cross-hijabers adalah cross-dressing yakni tindakan penyimpangan busana dan aksesoris dari gender yang berbeda, cowok memakai pakaian cewek dan sebaliknya cewek juga memakai pakain cowok, namun istilah cross-dressing di belahan dunia seperti India, Thailand, Meksiko, Jepang dan lainnya sudah tidaklah asing. Hal tersebut lantaran sebagai bentuk kepentingan pengekspresian seni, contoh di jepang berpakaian lintas gender kerap kali muncul di masyarakat menjadi populer di kalangan anak muda dikenal sebutan cosplay atau costum play semuanya atas dasar seni bentuk ekspresi diri.

Bila di negara lain fenomena crossdressing dianggap sebagai salah satu cara berpakaian saja, namun sebaliknya menarik perhatian publik ketika menengok ke Indonesia, sangat bermasalah ketika crossdressing menjadi bentuk penyimpangan ataupun kriminalitas  dipandang meresahkan alasannya karena memakai busana muslim alias hijab  sehingga muncullah istilah cross-hijaber

Mengutip tribunpekanbaru.com (23/9/2019), bahwa tepatnya di Masjid Agung Baiturrahma Autograph, warga menanangkap penyamaran pria berkumis yang menggunakan cadar pada Minggu(22/9/2019). Entah apa motif dibalik penyamaran yang dilakukan namun pantauan dari tribunjateng.com terkait motif yang dilakukan ada dua versi, pertama,menggunakan hijab hanya sebagai modus swafoto dan mencuri kesempatan meluk perempuan serta memuaskan hasrat seksualnya. Kedua kepergok warga saat mau mencuri sepeda motor di wilayah Masjid.

Kasus tersebut menambah bentuk deretan kejahatan baru dalam masyarakat, hal yang sulit dipergoki atau dikenali memang kalau suatu kejahatan yang dibungkus agama untuk dapat. Apalagi Hijab yang dulunya adalah sebagai penutup aurat dan bersifat positif namun sekarang ketika munculnya kasus crosshijaber menjadikan hijab berbau negatif.

Identitas Diri Muslimah

Hijab memiliki arti sebagai sekat penghalang wanita agar tidak tampak(terlihat) dari laki-laki. Pada era kini pengertian hijab identik dengan makna jilbab yaitu busana wanita islam seperti pakaian gamis atau pakaian panjang yang menutupi kepala, dada dan sebagainya kecuali yang di bolehkan tampak(wajah juga telapak tangan).

Sudah menjadi tradisi kebiasaan setiap muslimah ketika bertemu dengan sesamanya tak canggung mereka untuk  saling jabat tangan bahkan  saling berpeluk itu semua sebagai wujud dari ukhuwah(rasa cinta sesama agama)

Kini, hijab yang notabene sebagai identitas muslimah nampak  telah tercoreng lain itu bisa dikatakan bentuk pelecehan terhadap muslimah diakibatkan oleh  pelaku crosshijaber.  Pelaku menggunakan hijab membawa keuntungan tersendiri mudah dalam melancarkan aksinya terutama akses masuk tempat-tempat yang dikhususkan wanita seperti bagian shaf shalat wanita, tempat wudhlu dan toilet khusus perempuan dan  kegiatan kegiatan majlis atau area muslimah.

Hal itu, menimbulkan kewaspadaan pada diri setiap orang ketika memandang muslimah lalu akan memunculkan prasangka buruk dan  kewaspadaan jikalau ternyata disekitarnya ada muslimah jadi jadian(palsu)

Perlu upaya untuk meminimalisir gerakan crosshijaber agar tidak terus berkembang sebagai sarana kejahatan. pertama Keamanan perlu ditingkatkan, mengingat sasaran crosshijaber kebanyakan ke Masjid  maka dari pihak penjaga senantiasa berjaga setiap waktu atapun lewat pantauan cctv agar mudah terdeteksi jika terdapat tingkah yang dianggap tidak wajar.

Kedua, terlebih dulu jika melihat mereka dalam bertindak tanduknya mencurigakan lekaslah ajak bicara karena identitas laki-laki dan perempuan bisa diperhatikan melalui suara jika positif suara laki-laki maka menghindarlah dan segera mencari bantuan luar.

Ketiga, senantiasa memperhatikan lingkungan sekelilingnya, perhatikan cara berjalan, kebanyakan jika orang yang akan melakukan kejahatan cara geraknya agak kebingungan, jika perempuan cenderung melangkah kakinya secara menyilang, atau membentuk huruf x. Sedangkan laki-laki cenderung lurus.

Dalam meningkatkan kepedulian antar sesama untuk amar makruf nahi mungkar merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat . Dengan begitu Pelaku kriminalitas dengan menggunakan cara seperti akan berkurang dan layak diberantas agar  tidak lagi menimbulakan keresahkan masyarakat. (*)

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam UIN Walisongo & Mahasantri Ponpes Bina Insani Semarang

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com