Negeri Kami Darurat Literasi

Processed with VSCOcam

Oleh : Zidna Azzahra

 “Membaca adalah rumus membangun peradaban”. Begitulah kata seorang penulis, Muhammad Syafi’ie el-Bantanie pada salah satu acara Pesantren Literasi Duta Gemari Baca Batch 4 di Bumi Pengembangan Insani Parung Bogor pada hari Minggu, 3 Juni 2018. Dari pernyataan tersebut menjelaskan bahwa Literasi menjadi penting dalam sebuah bangsa. Literasi sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah, memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.

“Membosankan”, kiranya kata yang  terlintas di benak sebagian orang ketika mendengar kata literasi. Namun, sebenarnya literasi tidak hanya berkutat pada aktifitas membaca atau menulis buku saja, akan tetapi dapat berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar.

Faktor

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) mencatat bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001%, artinya hanya 1 orang yang terbiasa membaca dari 1000 orang. (makmalpendidikan.net)

Berdasarkan data tersebut, terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dianalisa menurut bagaimana kehidupan sosial di suatu negara. Faktor pertama adalah rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia. Kiranya ini bukanlah masalah baru di  negeri ini, sudah sejak lama masalah ini hidup bersama masyarakat Indonesia.

Selain itu, distribusi pendidikan Indonesia belum merata, masih terdapat  kesenjangan di daerah perkotaan dan pedesaan. Ditinjau dari segi sarana dan prasarana misalnya, sekolah di perkotaan jauh lebih baik daripada pedesaan atau daerah pelosok. Namun rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia bukan semata-mata belum meratanya distribusi pendidikan, melainkan bergantung pada mindset masyarakat pula. Tidak sedikit juga masyarakat Indonesia yang masih berpikir bahwa pendidikan hanya cukup sampai SD atau SMP saja, setelah itu langsung menikah bagi yang perempuan.

Faktor berikutnya yaitu masyarakat Indonesia lebih tertarik menghabiskan waktunya dengan gawai atau alat elektronik sejenisnya. Dengan menggunakan berbagai macam fitur yang disediakan di dalamnya untuk bermain daripada  membaca buku atau menulis. Sebab itu, tidak heran jika anak-anak sampai orangtua di Indonesia saat ini tidak lepas dari yang namanya gawai. Mulai dari yang hanya untuk chatting sampai dengan games atau berbagai urusan lainnya semua sudah tersedia, sehingga hal tersebut sangat memanjakan para penggunanya.

Budaya copy-paste pada pelajar maupun mahasiswa juga menjadi faktor . kemudahan mengakses internet memicu terciptanya generasi download, yaitu para pelajar dan mahasiswa yang memanfaatkan internet untuk menyelesaikan tugas dengan cara praktis. Cara praktis yang dimaksud adalah dengan tindakan plagiarism. Kepraktisan ini menyebabkan generasi saat ini malas untuk mencari hal yang belum diketahui dengan cara membaca atau literasi.

Impact Given

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia berdampak pada beberapa hal yang kurang baik. Di antaranya adalah rendahnya intelektual masyarakat Indonesia, hal tersebut terjadi karena kurangnya minat masyarakat terhadap membaca. Peribahasa “Buku adalah jendela dunia”, dari peribahasa tersebut sebagai peringatan bahwa masyarakat yang jarang membaca akan tertutup oleh informasi-informasi yang ada di dunia dan akan hilang ditelan zaman yang selalu berkembang.

Masyarakat yang memiliki tingkat baca rendah akan menyebabkan kemunduran bagi negaranya. Karena ketika masyarakat negera lain sibuk menggali informasi sedalam-dalamnya dengan membaca, sedangkan masyarakat negeri sendiri bermalas-malasan membaca secara otomatis negara ini akan ketinggalan informasi dari negera lain dan tidak mustahil akan terjadinya kemunduran.

Suatu negara tidak akan bisa maju jika tidak ada masyarakat atau bangsanya sendiri yang bertekad memajukannya. Seperti ungkapan dari Prof. Dr. BJ Habibie, “Hanya anak bangsa sendirilah yang bisa diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain. Sepenggal pesan dari Presiden RI ke-3, sudah jelas menjadi pukulan keras terhadap anak Indonesia untuk memajukan bangsa, salah satunya bisa dengan literasi.

Membangun budaya literasi di Indonesia bukanlah hal yang mudah, perlu adanya solidaritas antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Jika semua pihak baik pemerintah, masyarakat, pelajar, dan yang lainnya saling bekerjasama  bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi negara yang membudayakan literasi. Indonesia akan menjadi negara yang anak-anaknya mempunyai kebiasaan membaca, pemudanya yang gemar menulis, dan masyarakat yang selalu melek literasi di masa depan. Bagaimana jika nantinya generasi bangsa tidak melek literasi, apa yang akan terjadi pada Indonesia bebrapa tahun ke depan ?. mari kita renungkan bersama. (*)

*Sekretaris Bidang Pemberdayaan Perempuan HMI Korkom Walisongo Semarang dan Mahasiswa Ilmu Politik UIN Walisongo

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com