Oleh: Muhammad Agus Fajar Syaefudin
Pencurian, pemerasan, penipuan dan penadahan merupakan tindak pidana yang sering terjadi di bukalangan masyarakat. Hasil dari kejahatan tersebut pun tidak serta merta mereka jual sembarangan melainkan dijual melalui penadah hasil kejahatan tersebut. Kehadiran penadah inilah menjadi salah satu jalan yang diambil oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menghilangkan jejak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Penadah dalam menjual hasil kejahatan tersebut menjualnya dengan berkedok sebagai pedagang. Sehingga ia memperoleh keuntungan yang cukup besar, mengingat biaya yang dibayarkan oleh penadah dalam membeli barang hasil kejahatan dibeli dengan jumlah yang tidak terlalu mahal.
Penadahan barang hasil dari kejahatan baik itu dari hasil pencurian, pemerasan, penipuan maupun perampokan merupakan suatu tindak pidana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 480 dan Pasal 481 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi : 1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan. 2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
Sedangkan dalam Pasal 481 ayat (1) disebutkan: barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
Berdasarkan pasal tersebut setiap orang yang menjadi pelaku penadahan barang hasil kejahatan dapat dikenakan hukuman pidana. Dengan adanya penadahan sebagai suatu kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disetiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan menggangu ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu menunjukkan bahwa kejahatan tidak hanya tumbuh subur di negara berkembang, tetapi juga di negara-negara yang notabennya sudah maju. Oleh karena itu untuk memperkuat sebagai bentuk perlindungan hukum kepada konsumen selain karena hak-hak konsumen yang menerima barang hasil kejahatan adalah dengan adanya dasar terhadap asas-asas hukum perlindungan konsumen dimana asas-asas hukum perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka suatu perlindungan konsumen harus memiliki suatu tujuan dan kewajiban terhadap perlindungan konsumen.
Sangat disayangkan barang yang diterimanya adalah hasil dari kejahatan, hal ini tentu sangat mudah menjerat siapa saja yang menerima barang hasil kejahatan. Pasalnya, dalam beberapa literatur banyak mencontohkan barang hasil kejahatan itu dapat diketahui dengan beberapa cara yang diantaranya adalah melakukan transaksi ditempat yang gelap dan mencurigakan, harga sangat murah atau tidak seperti pada umumnya, tetapi akan menjadi perbedaan tentang barang hasil kejahatan itu, bila mana barang tersebut dijual di tempat umum atau tempat yang tidak menimbulkan kecurigaan dan harga tetap sama dengan harga pada umumnya. Dalam hal ini mengalami kesulitan bahkan bisa saja menyesatkan karena penerima barang tersebut, jika dilakukan dengan cara jual beli adalah sebagai konsumen yang harus dilindungi semua hak-hak yang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Disamping itu juga tidak adanya kepastian tolak ukur dalam barang hasil kejahatan tersebut dijual dengan layak seperti pada umumnya, baik dari tempat transaksi maupun harga barang tersebut.
Mengingat banyaknya modus-modus yang dilakukan oleh penadah barang hasil pencurian yang menjual hasil tadahanya dengan modus-modus bahwa barang tersebut merupakan barang yang legal. Sehingga konsumen harus mampu membedakan dan harus bijak atau pintar dalam membeli suatu barang. Apakah barang tersebut merupakan barang yang legal atau barang ilegal, misalnya dalam jual beli motor, konsumen harus mengetahui bahwa barang tersebut merupakan barang yang mempunyai legalitas dengan ketentuan adanya surat keterangan kepemilikan kendaraan atau dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan legalitas barang tersebut. Oleh karena itu konsumen harus cerdas dalam transaksi jual beli dalam membeli barang, jangan mudah tertipu dengan harga murah yang belum tentu kualitasnya bagus dari harga pasaran pada umumnya, maka kita sebagai konsumen harus teliti dalam memilih barang yang hendak kita beli agar kejadian seperti ini tidak terjadi kedepannya.(*)
*Penulis adaah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal