Oleh: M. Hamzah*
Dana Moneter Internasional baru-baru ini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 menjadi 6%, naik dari 5,5%, dan memproyeksikan pertumbuhan 4,4% pada tahun 2022. Prospek yang ditingkatkan didasarkan pada seberapa baik pandemi terus dikendalikan, kemanjuran kebijakan fiskal dalam mengurangi kerusakan ekonomi dan kondisi keuangan global.
Meskipun bisnis adalah mesin ekonomi, pemerintah di hampir semua negara berupaya menciptakan lingkungan dan struktur yang memungkinkan perusahaan, baik perusahaan swasta maupun perusahaan di bawah kendali negara (kalau di Indonesia BUMN) untuk berkembang. Bagaimana pemerintah menciptakan dan membentuk lingkungan untuk pemulihan ekonomi, serta peluang dan tantangan yang mereka hadapi dalam melakukannya, akan bergantung pada keputusan yang mereka buat.
Berbeda dengan negara-negara maju, dalam konteks Indonesia, justru salah satu sektor yang terdampak paling besar adalah Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM sejatinya merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dengan sumbangsih sekitar 48% pada Produk Domestik Bruto Indonesia dan sekitar 93,9% tenaga kerja bekerja dari sektor tersebut di tahun 2018. Meskipun menjadi tulang punggung, Kebanyakan para pelakunya tidak memiliki rencana untuk melakukan peningkatan sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pelaku usaha.
Pandemi mengakibatkan UMKM menjadi sepi karena turunnya daya beli masyarakat karena berbagai ketakutan yang terjadi. Salah satu strategi dalam mengatasinya bagi UMKM adalah melakukan digitalisasi pemasaran melalui berbagai platform yang ada seperti sosial media dan E-Commerce.
Pandemi yang terjadi memang membuat percepatan digitalisasi perekonomian di Indonesia. Tetapi, masih diperlukan sinergi semua pihak, baik pemerintah yang memberikan stimulus berupa permodalan, jaminan, kontrol, dan lain-lain, serta masyarakat yang harus mulai terbuka dengan perubahan yang ada melalui jiwa kewirausahaan.
Pemerintah perlu mendesain program pemulihan ekonomi berdasarkan kebutuhan dengan pendekatan bottom up, salah satunya adalah restrukturisasi kredit serta kemudahan pembiayaan serta fleksibilitas program pembiayaan bagi UMKM agar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik UMKM.
Penguatan ekosistem digital juga menjadi sangat penting untuk dilakukan. Di sektor keuangan, diversifikasi produk jasa keuangan berbasis teknologi digital sangat penting untuk diupayakan saat ini. Dengan terbatasnya mobilitas akibat pandemi, para pelaku usaha khususnya UMKM juga harus melakukan adaptasi teknologi dan digitalisasi baik dalam hal pelayanan maupun penjualan produk.
Pembinaan dan pendampingan menyeluruh bagi UMKM perlu dilakukan, selain untuk mengurangi kesenjangan antar UMKM juga mendukung literasi teknologi bagi UMKM, sehingga pada akhirnya UMKM dapat mengembangkan produk lokal unggulan.
Pemulihan sektor pariwisata secara bertahap secara kewilayahan berdasarkan analisis big data serta memfokuskan pada wisatawan nusantara. Adaptasi di destinasi wisata terhadap kondisi pandemi juga perlu dilakukan. Sehingga kolaborasi dengan berbagai pihak baik pemerintah daerah, pusat maupun pihak lain yang terkait menjadi mutlak diperlukan dalam rangka mendorong geliat pariwisata dan ekonomi kreatif. Terlebih di Yogyakarta. Sebab, pariwisata bisa dikatakan merupakan nadi perekonomian daerah istimewa ini. (*)
*Penulis adalah penggiat Forum Muda Lintas Iman Yogyakarta