Kemiskinan Menurun tapi Pengangguran Bertambah di Tengah Wabah, Apa Susahnya Mengiykan?

Oleh: Riza Rifai*

Kondisi saat ini memang semua orang susah. Itu tak usah dibahas. Sebab, yang terpenting adalah bagaimana menghadapi, bagi yang masih memiliki rasa semangat dan optimis menjalani hidup. Kalau bagi yang sudah merasa berjuang dan berusaha, namun tetap susah, maka banyak-banyaklah berdoa dan jangan menyerah.

Kalau tahu kondisi semua susah, maka jangan pula bikin masalah. Tak perlu cari-cari siapa salah. Menjadi rakyat di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, sepatutnya kita lebih bersyukur. Taka da alasan untuk mengeluh, apalagi mengkritik yang sedang memiliki daya mengatur rakyat. Beliau-beliau ini sungguh sudah banyak berupaya. Buktinya, angka kemiskinan turun. Ini di tengah wabah lho! Wabah yang tak perlu saya sebut namanya Anda pasti tahu. Kurang upaya apa coba?

Bukan Cuma pemerintah, tapi peneliti juga mengamini hal itu. Peneliti itu pasti orang pinter, berilmu, sekolah tinggi, bertitel panjang. Kalau saya sih mending tak usah dibantah. Otak enggak bakal sampai. Tak hanya pinter dan berilmu, tapi juga kritis juga peneliti itu. Pasalnya di sisi lain di tengah wabah juga diungkapkan kalau pengangguran naik. Jadi judulnya adalah, “Angka Kemiskinan Turun, tapi Jumlah Pengangguran Bertambah”. Anda bingung? Atau mau coba-coba berpikir itu kontradiktif, ironis, atau malah lucu? Sebenarnya bebas saja, karena negara kita menganut demokrasi.

Tapi saya perlu mengingatkan, kita semua saat ini sedang susah karena wabah. Kalau Anda bagian dari ‘Kita’ maka sebaiknya tidak perlu mengkritisi. Apa yang disampaikan peneliti, orang-orang top dan negara itu sudah pasti 100 persen valid dan wajib dipercaya. Seharusnya Anda bersyukur, sebab, ‘Nganggur aja enggak miskin, di tengah wabah pula. Iya kan? Terimakasihlah ke yang sedang memiliki kekuasaan mengatur negara. Jangan ada yang ‘sok’ mengkritisi apalagi melawan. Apa sih susahnya meng iyakan?

 

Kenapa saya menyarankan hal itu? Kadangkala kita kurang menyadari betapa kadang kita lupa berhitung resiko, atau salah prakiraan apa yang akan kita tuai atas ucapan, tindakan, bahkan pikiran kita. Meski di negeri demokrasi, tak semua orang suka dikritik, dan kadang pengritik juga melupakan taktik dan selalu dibuat tak berkutik pada akhirnya. Ya, karena mengkritik itu gampang, tak harus orang pintar yang melakukan.

“Any fool can criticize, condemn, and complain but it takes character and self-control to be understanding and forgiving.”
– Dale Carnegie. (*)

*Penulis adalah warga negara biasa yang sedang belajar di komunitas Kata Mata Pena Yogyakarta, tinggal di Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com