Jogjakartanews.com- Banyak generasi muda di Jepang yang enggan menikah alias menjomblo. Mereka lebih suka membaca komik Manga dan Anime ketimbang pacaran dan menikah.
Psikoloh Aya Fujii, mengungkapkan, angka kelahiran Jepang telah menurun sejak 1970-an.
Menurut laporan pemerintah Jepang, dari tahun 2022, sekitar 25,4% wanita berusia 30-an dan 26,5% pria dalam kelompok usia yang sama mengatakan mereka tidak ingin menikah. Di kelompok usia 20-an, 19% pria dan 14% perempuan juga mengatakan tidak memiliki rencana untuk menikah.
Laporan tersebut mengungkapkan, pada 2021 di Jepang terdaftar 514.000 pernikahan, angka tahunan terendah sejak akhir Perang Dunia II. Tahun 1970 masih tercatat ada 1,029 juta pernikahan.
Psikolog yang memberikan dukungan kesehatan mental untuk program bantuan yang dijalankan pemerintah di Tokyo ini mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa generasi muda Jepang enggan menikah.
Menurutnya, alah satu penyebabnya adalah masalah finansial. Ia mengatakan, upah di Jepang tidak berubah selama bertahun-tahun. Hal itulah yang menurutnya banyak anak muda merasa berat untuk mencoba berumah tangga.
Lebih banyak perempuan yang juga memilih untuk tetap bekerja daripada meninggalkan pekerjaan ketika berkeluarga.
Menariknya Aya Fujii juga melihat banyak anak muda sekarang menyukai komik manga dan acara anime. Mereka lebih suka itu daripada bertemu dan berbicara dengan orang-orang dari kehidupan nyata,
“Karena Karakter di manga dan anime tidak membantah atau mengeluh.” ungkap Fujii dikutip DW.
Para perempuan yang mengikuti survei mengatakan bahwa mereka menghindar dari pernikahan karena mereka ingin menikmati kebebasan mereka, meniti karier yang memuaskan, dan tidak ingin dibebani peran ibu rumah tangga tradisional.
Para pria mengatakan mereka juga ingin menikmati kebebasan pribadi, tetapi banyak juga yang mengatakan khawatir atas ketidakamanan pekerjaan dan tidak mampu mendapatkan cukup uang untuk menopang keluarga.
Ia menilai banyak anak muda sekarang kurang memiliki keterampilan sosial, dan itu menjadi lebih buruk karena banyak keluarga di Jepang hanya memiliki satu anak, sehingga anak tumbuh dewasa tidak berinteraksi atau mengembangkan keterampilan sosial yang dia perlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Fujii yakin tren ini tidak akan berubah dalam waktu dekat, sekalipun pemerintah Jepang melakukan berbagai upaya dan pola populasi yang menyusut akan terus berlanjut.
“Pada akhirnya, orang Jepang berusia 20-an dan 30-an yang tidak dapat berkomunikasi dengan lawan jenis akan lebih sulit menemukan pasangan,” ujarnya. (kt5)
Redaktur: Faisal