Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum di Bali Pada tanggal 18 hingga 24 Mei 2024, sebuah forum internasional yang mengumpulkan pemangku kepentingan global untuk membahas isu-isu air. Forum ini menjadi platform untuk menemukan solusi atas tantangan air dunia. Namun di sisi lain, Indonesia sebagai tuan rumah dalam kegiatan tersebut dianggap justru memiliki kontradiksi dengan semangat perlindungan air dan alam, terutama jika dilihat dari sudut pandang penggusuran lahan sawah dan hutan atas nama Proyek Strategis Nasional.
Beberapa Proyek Strategis Nasional, seperti pembangunan jalan tol, bendungan, IKN dan kawasan industri, telah mengakibatkan alih fungsi lahan sawah dan Hutan yang penting bagi ekosistem air. Lahan sawah di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai sumber pangan tetapi juga sebagai pengatur tata air alami yang dapat menyerap air hujan dan mengurangi risiko banjir. Penggusuran lahan sawah dan Hutan untuk proyek-proyek strategis mengakibatkan kerusakan ekosistem air yang signifikan. Sawah dan Hutan yang hilang berarti hilangnya area resapan air yang vital bagi keberlanjutan lingkungan hidup.
Pemerintah memang berargumen bahwa Proyek Strategis Nasional diperlukan untuk kemajuan ekonomi nasional. Namun, kemajuan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan hanya akan membawa kerugian jangka panjang. Pembangunan yang berkelanjutan harus mengintegrasikan kepentingan ekologi, sesuai dengan prinsip-prinsip reforma agraria.
Pelaksanaan World Water Forum yang diadakan di Bali, juga menjadi sebuah cermin ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan ekosistem air. Pulau Bali justru dianggap menghadapi masalah air serius, seperti over eksploitasi sumber air untuk industri pariwisata yang mengakibatkan kekeringan. Ini menimbulkan paradoks dalam pengelolaan sumber daya air yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam World Water Forum.
Pelaksanaan World Water Forum di Bali membuka peluang besar untuk mendiskusikan dan mencari solusi atas tantangan air. Penggusuran lahan sawah dan hutan atas nama Proyek Srategis Nasional yang merusak ekosistem air tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan tetapi juga menyalahi semangat reforma agraria yang diperjuangkan oleh banyak pihak.
Solusi keberlanjutan ekosistem air tidak hanya bisa dicapai melalui pertemuan dan World Water Forum yang dianggap sebagai ajang ceremony yang dibumbui dengan ajang pidato dan penampilan musik dan dansa saja. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan inklusif, yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan memastikan bahwa kebijakan air juga memperhatikan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan.
*Dikutip dari berbagai sumber.
*Bha’iq Roza Rakhmatullah adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal