Hari Kebebasan Pers se-Dunia, Dua UU Masih Mengekang Jurnalis di Indonesia

YOGYAKARTA – Hari Kebebasan Pers se-Dunia yang jatuh hari ini, Sabtu (3/5/2014), layak untuk diperingati para jurnalis ataupun wartawan termasuk di Indonesia. Kebebasan pers merupakan sesuatu hal yang penting.

Tak seperti ketika zaman rezim orde baru. Jurnalis hidup tak bebas dan seolah pengap. Tidak bisa mengontrol apapun karena waktu itu tidak ada kebebasam pers. “Sekarang ada kekebasan pers dan ada jaminan hukum bagi jurnalis,” kata Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan, Bambang Muryanto dalam peringatan Kebebasan Pers yang diadakan AJI Yogyakarta di Bentara Budaya Yogyakarta, Sabtu (3/5/2014) malam.

Bambang mengajak, dalam rangka kebebasan pers dunia, para jurnalis untuk merebut kembali kebebasan berekspresi agar bisa melakukan kontrol. “Jangan takut. AJI akan memberikan bantuan,” kata Bambang yang juga wartawan The Jakarta Post.

Ia melanjutkan, meskipun bebas dan dilindungi, masih ada Undang-Undang yang menjadi penjerat dan penghjalang para jurnalis. UU tersebut adalah UU pencemaran nama baik serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Itu bisa menjerat para jurnalis, termasuk aktivis media sosial,” katanya.

Kebebasan pers perlu terus diperjuangkan ketika jurnalis terkena kasus pemberitaan, termasuk pers mahasiswa. “Itu yang perlu diadvokasi sehingga kebebasan pers bisa didapatkan,” tambahnya.

Selain itu, acara juga diisi hiburan musik dari Hiburan musik dari KePAL Serikat Pengamen Indonesia (SPI) dan nonton film dokumenter tentang terbunuhnya wartawan Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin pada 13 Agustus 1996 yang hingga kini kasus tersebut belum terungkap. (kim)

Redaktur: Azwar Anas

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com