Soal Korupsi Aset, PUKAT UGM: Ini Modus Penggelapan Model Baru

YOGYAKARTA – Terkuaknya kasus korupsi Aset Tanah milik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta seluas 4000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul yang dilakukan yayasan Fapertagama, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Mendesak Civitas Akademik untuk kooperatif atas penyelesaian kasus korupsi yang tengah dihadapi.

Diketahui kejaksaan tinggi daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan empat dosen dan Guru Besar UGM sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi penjualan aset lahan seluas 4000 meter persegi. Ke empat tersangka ini merupakan pejabat dan dosen aktif di fakultas pertanian Universitas Gajah Mada (UGM).

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Hasrul Halili mengatakan, selama ini Univesitas Gadjah Mada (UGM) memiliki mekanisme penyelesaian masalah yang kurang sehat yaitu melalui hubungan internal dan kekeluargaan, seharusnya jika ada kasus-kasus yang berindikasi pidana korupsi, UGM lebih bersikap kooperatif dan mendorong upaya penegakan hukum.

“Seharusnya UGM bisa lebih Kooperatif soal penegakan hukum sehingga prosesnya lebih mudah,” ujarnya Rabu (18/06/2014).

Lebih jauh Hasrul menyatakan dengan kurang kooperatifnya UGM terkesan telah melindungi pejabat yang tersandung kasus pidana dilingkungan Universitas.Bahkan ia menilai hingga hari ini pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penanganan kasus korupsi Aset.

Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada meminta kepada civitas akademika UGM untuk kooperatif dalam penyelesaian kasus korupsi penjualan aset yang dilakukan yayasan Fapertagama.

“Karena kami merupakan bagian dari Almamater UGM maka PUKAT selaku anak kandung Universitas mencoba mengkritisi dan mendorong UGM untuk Kooperatif dalam penanganan kasus ini,” jelasnya.

Aset berupa tanah seluas 4000 meter persegi itu sebelumnya diperuntukan sebagai lahan praktik kehutanan dan pertanian namun diketahui tanah tersebut tidak masuk dalam daftar aset pada tahun 2000, yang kemudian tanah tersebut dijual atas nama yayasan Fapertagama senilai 1,2 milyar kepada salah satu pengembang perumahan, padahal berdasarkan laporan pajak tanah tersebut seharusnya ditaksir di atas 2 milyar rupiah.

“Melihat perkembangan kasus tersebut Kami (Pukat) menyimpulkan bahwa hal ini adalah modus penggelapan model baru yang ditemukan dengan mengumpulkan orang mengatasnamakan sebuah yayasan,” kata Direktur PUKAT UGM Hasrul Halili, dalam keterangan Persnya.

Pihaknya juga menyatakan sikapnya atas hal itu diantaranya mendesak civitas Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk melakukan pencatatan dan pemeriksaan semua aset sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi, dan meminta publik yang mengetahui atau menemukan dugaan kasus korupsi dengan melibatkan civitas Universitas Gadjah Mada (UGM) agar segera melaporkan ke penegak hukum. (war)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com