Menteri Kerja Kok Ada yang Nyleneh Begini

YOGYAKARTA – Dilantiknya 34 menteri dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo –Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang telah melalui serangkaian seleksi termasuk dari PPATK dan KPK memberi harapan besar bagi rakyat Indonesia akan terciptanya pemerintahan yang bersih.

Namun dari sekian banyak nama menteri di kabinet kerja tersebut terdapat nama yang paling mendapat sorotan publik karena dinilai tidak mencerminkan budaya wanita Indonesia pada umumnya. Dia adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menteri berlatar belakang pengusaha tersebut ramai diperbincangkan di kalangan netizen.

Di media sosial seperti Twitter, dengan tagar #KabinetKerja sempat menjadi trending topic. Berita Susi yang merokok usai pengumuman kabinet  dan saat diwawancarai jurnalis menjadi perbincangan yang paling banyak.

“Setop dong, biar aku bisa selesaikan rokok ini sampai habis,” kata Susi saat diwawancarai wartawan usai dilantik di istana negara, Senin (27/10/2014) siang.

Para nitzen banyak yang kemudian mengungkap privasi sang menteri, diantaranya dikabarkan selain merokok, bertato, juga suka tidak memakai bra. Selain itu, Susi yang melakukan poliandri (bersuamikan lebih dari satu) dan dengan warga Negara asing. Menurut sumber Wikipedia, salah satu suaminya Christian von Strombeck, adalah kelahiran Jerman yang lama bekerja sebagai mekanik pesawat dan pilot di Indonesia.

Kemudian mengenai riwayat pendidikannya. Susi hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah karena dikeluarkan dari sekolah lantaran keaktifannya dalam gerakan Golput.

Keraguan Menteri Susi yang bersih dari masalah hukum juga disampaikan Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik dalam surat terbuka kepada presiden Joko Widodo yang beredar melalu sosial media dan black berry masanger, sebagaimana yang sampai ke official BBM jogjakartanews.com, Selasa (28/10/2014). Berikut kutipan BBM tersebut:

Surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo :

Bapak Presiden Joko Widodo Yth,

Kami memberi apresiasi atas prinsip kehati-hatian yang Bapak gunakan dalam pemilihan struktur kabinet 2014-2019. Atas dasar “kehati-hatian” kami bermaksud melakukan klarifikasi terhadap salah satu tokoh yang Bapak panggil ke Istana a/n Susi Pudjiastuti, sebagai berikut:

1) kami mendengar ybs tidak melunasi pinjaman “Mina Mandiri” ke Bank Indonesia sebesar Rp 34 miliar;
2) kami mendengar ybs tidak transparan dalam mengelola dana bantuan korban tsunami bagi masyarakat Pangandaran;
3) berdasarkan yang kami baca disejumlah media, bahwa ybs bersuamikan WNA asal Jerman. Tentu, hak setiap manusia menikah dgn siapapun pilihannya. Namun, berlaku lazim, seperti di Kemenlu seorang diplomat yg menikah dg WNA maka gugurlah posisinya sbg diplomat atas dasar prinsip kerahasiaan negara dan kehatian-hatian. Hal serupa kami mhn klarifikasi Bapak, bgm kerahasiaan negara kita dgn keberadaan menteri yang bersuamikan WNA?;
4)merokok dengan seenaknya di istana
5) terakhir, sdhkah dicek bagaimana ybs membayar upah tenaga kerjanya?

Semoga surat yang sifatnya klarifikasi ini dapat digunakan untuk menghasilkan kabinet bekerja.

Salam,
Riza Damanik.

Sementara menrut Anggota DPRD Kabupaten Sleman, sekaligus aktivis kebudayaan, Subandi Kusuma, SH, reaksi yang kurang simpatik dari masyarakat Indonesia terhadap Menteri Susi adalah hal yang wajar. Sebab, kata dia, Presiden Jokowi mengusung program utama memberdayakan kembali bidang kelautan.

“Laut ini kan bagian terbesar dari wilayah Indonesia dan sebagian besar bangsa Indonesia budayanya adalah budaya ketimuran. Tentu bukan budaya orang Indonesia, khususnya wanita Indonesia merokok di depan umum, atau poliandri. Itu memang privasi, tapi kalau sudah menjadi publik figur kan privasi itu bisa menjadi contoh atau cermin seseorang,” ujarnya kepada jogjakartanews.com, Selasa (28/10/2014).

“Namun sebaiknya masyarakat Indonesia memberikan kesempatan kepada cabinet dalam pemerintahan yang baru ini untuk bekerja. Kalau mengkritisi sebaiknya yang lebih substantif, misalnya soal pelaksanaan kebijakan. Sesuai atau tidak dengan yang diprogramkan. Artinya kritik yang konstruktif saja,” pungkas Politisi Partai Gerindra Sleman ini.

Hingga berita ini diturunkan Menteri susi belum memberi tanggapan resmi ke media massa. (ian/kontributor)

Redaktur: Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com