Soal Istilah Pribumi, Yusril Nilai UU Kewarganegaraan Mendistorsi UUD 45

YOGYAKARTA – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, mendistorsi makna Warga Negara Indonesia yang dimaksud dalam UUD 1945 Pasal. Menurut Yusril, Pasal 2 UU No 12 isinya sama persis dengan bunyi pasal 26 UUD 1945.

Dijelaskan Yusril, bunyi pasal 26 ayat 1 UUD 1945 dan yang dikutip mentah-mentah dalam pasal 2 UU No 12 Tahun 2006 adalah “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Dari bunyi pasal tersebut menurut Yusril jelas ada dikotomi bangsa Indonesia asli dan Bangsa Lain.

Distorsi pasal 26 UUD 45 tersebut ketika dalam UU Kewarganegaraan  ditafsirkan berbeda. Ia mengutip dalam pasal penjelas UU Kewarganegaraan, ‘Yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan asing atas kemauannya sendiri.

Yusril mencontohkan misalnya orang Jerman suami istri datang ke Indonesia lalu menjadi WNI. Kemudian melahirkan anak, maka anak tersebut menurut UU Kewarganegaraan RI disebut bangsa Indonesia asli,

“Saya kira ini distorsi yang luar biasa dan sangat sangat panjang, jauh merubah yang dimaksud dengan UUD 1945,” Ujar Yusril saat menjadi pembicara dalam seminar Pra Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia Bagian Barat di Hotel Santika, Yogyakarta, Senin (23/04/2018).

Dalam kesempatan tersebut, Yusril merekomendasikan dalam Kongres Boemipoetra nantinya perlu ditegaskan apakah kedudukan Pribumi atau orang Indonesia asli itu harus dipisahkan atau dianggap sama seperti yang banyak dipahami selama ini,

“Saya kira itu tadi yang harus dibahas dalam Kongres Boemipoetra nusantara, supaya masalah ini clear,” harap Yusril.

Ditegaskan Yusril, jika bangsa asing bisa menguasai ekonomi dan politik di Indonesia, maka bangsa Indonesia asli tidak lagi mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya yang tertera dalam UUD 45,

“Saya kira ini yang harus diseriusii, dibahas dalam kongres boemipoetra nusantara,” tegas Yusril.

Selain Yusril, pembicara dalam sesi kedua seminar Pra Kongres Boemipoetra Nusantara Bagian barat Hadir sebagai pembicara, Dr. M. Dahrin La Ode, M.Si yang memaparkan  mengenai status Boemipoetra menurut paradigma politik NKRI. Kemudian, Dr. Ichsanuddin Noorsy BSc, SH, M.Si yang menjabarkan status boemipoetra menurut pembangunan ekonomi nasional. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Dr. Masroer M.Si, sosiolog UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com