KBM dan Repdem Gelar Diskusi Bedah Sejarah Hari Lahir Pancasila 1 Juni Sesuai Ajaran Bung Karno

YOGYAKARTA – Keluarga Besar Marhaenis (KBM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Repdem menggelar acara diskusi Hari Pancasila di hotel Museum Batik, Jl. dr. Sutomo Yogyakarta, Jumat (01/06/2018).

Diskusi dengan tema Pancasila 1 Juni Ideologi Bangsa: Holobis Kuntul Baris, Rawe-Rawe Rantas, Pancasila Jaya menghadirkan dua pembicara, yaitu Ketua DPP KBM DIY, Agus Subagyo dan Ketua Repdem Kota Yogyakarta Foki Ardiyanto, serta dimoderatori oleh Sebras dari Repdem kota Yogyakarta. Acara yang berlangsung mulai Pukul 14. 30 hingga 17.30 WIB tersebut dihadiri oleh sedikitnya 250 orang terdiri dari ikatan perempuan Mawar Merah dan segenap Repdem kota.

Dalam kesempatan tersebut, Agus Subagyo memaparkan tentang historis (sejarah) lahirnya Pancasila secara idiologis.

Agus mengatakan, proses kelahiran  Pancasila secara politis dapat dipandang sebagai terbentuknya pola nalar serta pikiran Bung Karno (BK) dalam peranannya sebagai ” founding fathers” Indonesia,

“BK menyebut diri sesudahnya bahwa beliau salah satu  penggali Pancasila dari bumi terdalam Indonesia. Jalan nalar BK ketika dipaparkan di rapat BPUPKI 1 juni 45 adalah sesi terakhir pada sidang tersebut yang dimulai sejak 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945,” ungkap Agus.

Dijelaskan Agus, BK memotivasi peserta rapat BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) bahwa memikirkan kemerdekaan janganlah terlalu njlimet atau rumit. Waktu itu, kata dia, BK memberikan penyadaran dengan pertanyaan apakah untuk merdeka harus mengupayakan bagaimana agar rakyat sehat dulu atau biar pintar dulu? BK kemudian menjawab dengan berteriak, “Tidak!”,

“Menurut BK soal-soal itu nanti di seberang sana, setelah kita berani memerdekakan diri dulu. Nah, makanya BK menyebutnya kemerdekaan adalah jembatan emas. Setelah merdeka baru diisi kemerdekaan itu dengan membuat rakyat sehat, rakyat pintar dan sebagainya,” ujar Agus.

Di hadapan peserta rapat BPUPKI, BK kemudian menawarkan tentang Dasar Negara yang berstruktur secara analitis dan detail penjabaran-penjabarannya antara lain,

Pertama, KEBANGSAAN. Disini BK menjelaskan bhwa ada tiga hal membuat negara itu ada wilayah ada rakyatnya dan ada pemerintahannya. Kebangsaan adalah terkaitnya rakyat, orang dan tempatnya dalam satu wilayah entity, serta merasakan satu nasib dan perasaan,

“Ketika itu dijajah Belanda dan juga kita tidak mau untuk di jajah, maka kita meneriakkan kemerdekaan. Dan kesiapan kita untuk menjaga kemerdekaan, juga mengisi kemerdekaan,” bebernya.

Kedua, adalah internasionalism tapi bukan kosmopolitan yang tidak suka dengan kebangsaan, ansich universalism yang tidak memperkenankan eksistensi lokal atau nation. Nasionalisme dan internasionalisme menurut BK mampu hidup subur bersamaan dengan adanya dialektika dan saling berkeseimbangan.

Ketiga mufakat, yaitu dasar perwakilan dan permusyawaratan . Pendapat BK, Indonesia yang akan dibangun adalah negara yang semua untuk semua. BK yakin pula bahwa kuatnya negara melalui musyawrah dan mufakat atau demokrasi itu,

“Dan perinsip keempat adalah kesejahreraan. Agar di negara yang akan kita bangun warga rakyatnya tidak ada yang miskin. BK mempertanyakan apakah kita mau negara kita yang merdeka kaum kapasitasnya peghisapnya merajalela? Prinsip yg kelima hendaknya Menyusun Indonesia Merdeka de fan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan bukan saja bangsa indonesia yang bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia ber Tuhan, Tuhannya sendiri,” kata Agus Menguraikan.

“Dari pemikiran-pemikiran tersebut, BK menawarkan nama Pancasila, kemudia jika dipandang kurang bisa pas bisa diperas lagi dengan tiga sila saja yaitu sosionasionalism, sosiodemokrasi, serta Ke-Tuhanan yang dinamakan trisila. Jikalau diperas menjadi satu sila sja, maka dapatlah satu perkataan indonesia asli yang tulen yaitu perkataan gotong-royong yang disebut eka sila,” imbuh Agus Subagyo.

Sementara itu Foki dalam pemaparannya lebih menyoroti pelaksanaan Pancasila dan Kebhinekaan Indonesia yang akhir-akhir ini dikoyak dengan paham-paham radikalisme dan intoleransi. Ia mengajak peserta yang hadir dan bangsa Indonesia untuk tetap memegang teguh perinsip dan nilai-nilai Pancasila sebagaimana ajaran BK. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin.AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com