Meski Tak Aktif di Medsos, Santri PP Assalam Berperan Lawan Hoax

SLEMAN – Berbeda dengan generasi milenial kebanyakan, para santri yang belajar di Pondok Pesantren tidak aktif di media sosial (Medsos), seperti para santri di Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren (PP) Assalam, Kerisan, Banyurejo, Tempel, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Meski demikian, para santri di PP Assalam berkomitmen melawan hoax dan ujaran kebencian yang kian marak di tahun politik ini.

Sebagai wujud perang melawan hoax dan ujaran kebencian, para santri PP Assalam menggelar deklarasi pemilu 2019 damai tanpa hoax dan ujaran kebencian, Kamis (29/11/2018) sore.

Pengasuh PP Assalam, KH Mohammad Asyhari Zaenal Abidin mengungkapkan, deklarasi Pemilu 2019 damai tanpa hoax dan ujaran kebencian diselenggarakan untuk menjaga ketentraman khususnya di lingkungan masyarakat pesantren dan lebih luas bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Menurut Asyhari ketentraman adalah hal yang baku dibutuhkan setiap manusia,

“Orang bekerja, orang beribadah akan berjalan dengan baik, jika situasinya tentram” tuturnya usai deklarasi.

Deklarasi damai yang dilakukan di Pesantren menurutnya, sesuatu yang tepat. Dikatakan Asyhari, ada kemiripan antara Kyai dengan Polisi dalam hal tugas, yaitu sama-sama menjaga ketentraman,

“Kalau polisi menjaga keamanan, kalau kyai menjaga keimanan,” ujarnya.

Asyhari khawatir jika ujaran kebencian dan hoax dibiarkan dan tidak segera ditangani dengan serius, maka akan menghancurkan negara. Menurutnya, ujaran kebencian dan hoax niscaya akan membuat bangsa terpecah-belah dan dari kondisi demikian maka radikalisme dan separatisme akan berkembang,

“Jangan sampai terjadi seperti di Suriah ini yang lebih bahaya. Banyak di TV-TV yang membahas adanya gerakan-gerakan garis keras, ini yang negara harus ambil kebijakan untuk mencegah perpecahan. Saya mengharapkan seluruh pesantren, khususnya yang dari Nahdlatul Ulama melakukan deklarasi damai pemilu. Karena dari semua pesantren NU satu bahasa satu kehendak untuk menjaga ketentraman negara dalam bingkai NKRI,” tandasnya.

Ditegaskan Asyhari, peran santri cukup besar dalam menangkal hoax, ujaran kebencian, dan radikalisme. PP, kata dia, punya pondasi yang lebih kuat untuk mencegah berbagai kemungkinan perpecahan bangsa karena adanya kekompakan antara kyai dan santri,

“Kalau di pendidikan yang lain mungkin pengasuh sama siswanya lain suara. Tapi kalau di pondok pesantren satu arah, satu suara. Sehingga akan kuatlah pondok-pondok pesantren menjadi tameng,” tegasnya.

Asyhari juga berharap PP melalui santri-santrinya yang sudah ada di rumah maupun yang sudah mukim (lulus dari pesantren dan kembali ke rumahnya), nanti untuk mendeklarasikan pemilu damai tanpa hoax dan ujaran kebencian di kampungnya masing-masing,

“Marilah kerukunan kita utamakan, semua harus dikalahkan demi kerukunan, jangan sampai politik, pangkat, kedudukan, harta, mengalahkan kerukunan. Karena kerukunan adalah hal yang paling mahal. Kalau nabi bersabda yang paling pokok di dunia ini, pertama adalah iman, kemudian saling mencintai sesama manusia, yang artinya itu adalah kerukunan. Kerukunan akan menimbulkan kecintaan, kecintaan akan menimbulkan tolong menolong-menolong dan perdamaian,” tutupnya.

Sementara itu, salah satu santri senior PP Assalam, Syarif Hidayat mengatakan, dengan adanya deklarasi pemilu damai ia berharap agar hoax-hoax yang berkepanjangan selama tahun politik bisa berkurang atau bahkan hilang, sehingga ukhuwah antar sesama anak bangsa semakin kuat. Meski mengakui kalangan santri kurang aktif di Medsos, namun pendidikan anti hoax untuk santri, dinilainya sangat penting,

“Santri untuk dunia sosmed itu kurang, adanya cuma lewat dengar. Kalau ada hoax, bisa dimakan mentah-mentah. Bahayanya di sini. Harapannya pihak yang berkompeten bisa memberikan pengetahuan kepada para santri mana yang benar mana yang tidak, supaya tidak menjadi korban hoax,” harapnya. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com