Banyak Mahasiswa Salah Pahami Putusan MK, 7 Hari Jelang Pemilu Masih Ada yang Mengurus A5

YOGYAKARTA – Hingga 7 hari menjelang (H-7) Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, masih banyak pelajar dan mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengurus surat pindah tempat memilih atau formulir A5 di Bawaslu DIY. Padahal sesuai peraturan, layanan pindah pemilih sudah ditutup sejak 17 Maret 2019,

“Bawaslu DIY sampai saat ini masih saja didatangi warga dan mahasiswa yang mengurus formulir A5. Beberapa anggota masyarakat salah memaknai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan A5 bisa diurus sampai H-7,” Kata Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu DIY, Amir Nashirudin dalam acara media gathering dengan media massa di Yogyakarta, Rabu (10/04/2019).

Amir menjelaskan, di DIY ada ratusan kampus dengan sedikitnya 300.000 mahasiswa, pelajar dan santri dari berbagai daerah. Mereka bisa menggunakan hak pilihnya setelah mengurus A5. Namun, kata dia, putusan MK yang mensyaratkan pemngurusan A5 paling lambat H-7 berisi pengecualian untuk empat kondisi yaitu mereka yang berstatus tahanan, pasien rumah sakit, korban bencana alam serta sedang menjalankan tugas,

“Mahasiswa itu mengira mereka bagian dari tugas belajar sehingga bisa mengurus A5 sampai H min 7,” tukasnya.

Ditandaskan Amir, mereka yang terlambat mengurus A5 praktis akan kehilangan hak pilih.

Sementara itu, terkait Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), Amir menjelaskan, DIY  masih menduduki rangking dua setelah Papua Barat. Tingkat kerawanan DIY 52,14, sedangkan Papua Barat 52,83. Menurutnya, kerawanan Pemilu tersebut berdasarkan empat dimensi yang mempengaruhi,

“Yakni konteks sosial politik, kontestasi, partisipasi dan penyelenggaraan pemilih yang bebas dan adil. Kami berharap indeks kerawanan Pemilu termasuk adanya kotak suara terlihat lapuk atau potensi hilangnya hak pilih, dijadikan sebagai panduan dan alat untuk deteksi dini,” imbuhnya.

Dalam Media Gathering, Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu DIY, Sri Rahayu Werdiningsih menjelaskan soal pelanggaran Pemilu. Ia mengatakan, jumlah temuan dan laporan pelanggaran non-APK (alat peraga kampanye) tergolong banyak,

“Sampai 10 April 2019 ini, tercatat 40 laporan, 9 tidak diregister, 22 pelanggaran administrasi serta 15 pelanggaran pidana,” ungkapnya.

Perempuan yang akrab disapa Cici ini mengakui, Bawaslu DIY tidak bisa menangani semua laporan dan temuan tersebut karena kendala sarana dan prasarana,

“Kendala lain tidak didukung minimal dua alat bukti, terjadi perbedaan persepsi di antara penegak hukum, KPU dan pengawas pemilu maupun masyarakat tidak bersedia menjadi saksi,” paparnya.

Komisioner Bawaslu DIY lainnya, Sutrisnowati menambahkan, sejak 1 Maret sampai 4 April 2019, Bawaslu DIY mencatat ribuan jumlah pelanggaran APK,

“Ada ribuan pelanggaran. Ada 18.266 alat peraga kampanye kita tertibkan. Menjelang 17 April, pemasangan APK semakin intens. Semakin banyak APK terpasang semakin bertambah jumlah pelanggarannya,” pungkasnya. (kt1)

Redaktur: Faisal

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com