Tak Seperti 98, Aksi Gejayan Memanggil Bergelora Namun Damai

SLEMAN – Ribuan massa dari berbagai elemen mahasiswa, pelajar dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi #GejayanMemanggil, Senin (23/09/2019).

Massa aksi terpusat di Pertigaan Jalan Colombo, Gejayan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pantauan di lapangan, dalam aksi tersebut, massa datang membawa berbagai spanduk atau poster memprotes sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Nampak pula massa aksi membawa bendera merah putih setengah tiang.

Dalam mimbar bebas, para orator menyatakan menolak sejumlah kebijakan negara, diantaranya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang baru disahkan, Rancangan Undang-Undang (RUU)Pertanahan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU KUHP. Kesemuanya itu dinilai melemahkan supremasi hukum di Indonesia,

“Kami mendesak kepada DPR dan Presiden Joko Widodo untuk mengembalikan supremasi hukum dan kedaulatan rakyat !” seru salah seorang peserta aksi dalam orasinya.

Selain itu, soal pembakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah. Persoalan Papua, upah buruh, prmbatasan kebebasan berpendapat seperti ancaman UU ITE, serta demokrasi yang dikebiri dengan penangkapan sejumlah aktivis, pelarangan diskusi, hingga pemutaran film.

Terkait kasus lokal DIY, dalam orasinya masa aksi juga mengecam pengambilan tanah milik rakyat untuk kepentingan pemodal membangun proyek-proyek mercusuar, seperti bandara baru Yogkarta International Airport (YIA) di Kulon Progo.

Dalam mimbar bebas yang digelar, para orator dengan berapi-api berkali-kali mengumandangkan yel-yel khas aksi mahasiswa yang kerap diserukan sejak era reformasi 98,

“Rakyat Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan”

Sesekali di sela-sela orasi massa aksi juga menyanyikan lagu-lagu nasional,seperti lagu Indonesia Raya.

Menurut Humas Aksi #Gejayan Memanggil, Naqiya aksi massa ini adalah aksi damai. Masa aksi sebagian besarnya adalah mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah DIY. Namun demikian, aksi tidak mengatasnamakan mahasiswa, karena ada juga pelajar dan elemen masyarakat sipil lainnya yang bergabung dalam aksi,

“Kami tergabung dalam dalam Aliansi Rakyat Bergerak. Mahasiswa juga tak mengatasnamakan nama kampusnya atau nama organisasi kampusnya,” katanya kepada wartawan di sela-sela aksi.

Mahasiswa yang datang tidak mengenakan atribut jaket almamater yang menunjukkan identitas kampusnya. Begitu juga elemen yang lain tidak membawa bendera identitas kelompok masing-masing.

“Karena kami rakyat. Rakyat yang bergerak,” tegasnya.

Dikatakan Naqiya, aksi massa kali ini sengaja tidak dilangsungkan di beberapa lokasi yang sering menjadi tempat aksi, seperti Tugu Yogyakarta, titik nol, atau pun pertigaan revolusi UIN Sunan Kalijaga.

Menurutnya aksi di pertigaan Kolombo, Gejayan, yang berada di timur kampus UGM dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memiliki nilai historis sebagai tempat aksi reformasi 98 untuk menentang rezim Orde Baru saat itu. Berbeda dengan aksi 98 yang lalu, seruan aksi #Gejayan Memanggil adalah aksi damai

 “Ini aksi Damai. Tapi semangat demokrasi dan reformasi saat 1998 di Gejayan itu yang ingin kami ambil,” kata Naqiya.

Sebagai bentuk antisipasi kerusuhan akibat provokasi pihak tak bertanggungjawab, Aliansi Rakyat Bergerak meminta advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Selain itu juga menginformasikan kepada masyarakat melalui media sosial dengan tagar #GejayanMemanggil atau #RakyatBergerak.

“Kami mengimbau kepada seluruh peserta aksi agar berhati-hati jangan sampai terpancing provokator yang ingin aksi menjadi rusuh,” tegasnya.

Aksi yang berlangsung sejak pagi hingga sore hari sekira pukul 16.30 WIB berlangsung dengan aman dengan penjagaan ketat aparat kepolisian dari Polda DIY. Massa aksi membubarkan diri dengan tertib.  (kt2)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com