Sosiolog UGM: Perlu Kombinasi Penegakan Hukum dan Partisipasi Masyarakat Untuk Lawan Corona

YOGYAKARTA – Wabah Covid-19 (Corona) menjangkit hampir seluruh wilayah di tanah air. Guna memutus mata rantai penularan, pemerintah menginstruksikan masyarakat untuk mematuhi sejumlah protokol pencegahan virus corona, termasuk menjalani social distancing dan physical distancing.

Kendati begitu, saat ini masih ada masyarakat yang tidak mematuhi aturan tersebut. Misalnya saja, masih banyak orang berkerumun di warung kopi, nongkrong di pinggir jalan, bahkan nekat mudik ke kampung halaman.  

Sosiolog UGM, Dr. Arie Sujito menilai fenomena itu terjadi karena masyarakat Indonesia hidup dengan relasi komunal dan interaksi sosial yang kuat.

“Kultur masyarakat masih komunal dan cukup kuat sehingga cenderung bergaul komunal,” jelasnya saat dihubungi jum’at (16/04/2020).

Arie menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia sangat beragam. Masing-masing daerah di tanah air memiliki keragaman termasuk pola interaksinya. Meskipun ada beberapa kasus masyarakat yang tidak taat aturan, tetapi di sisi lain tidak sedikit masyarakat yang mematuhi aturan pemerintah dengan tetap berdiam diri di rumah.

“Ada yang tidak bisa patuh, tapi saat didisiplinkan ada masyarakat yang bisa juga. Jadi ini bukan satu wajah saja sebenarnya,” terangnya.

Menurutnya, perlu pendekatan multidimensional dalam menghadapi fenomena itu. Misalnya, pada masyarakat kota dan masyarakat desa membutuhkan pendekatan yang berbeda.

Ketidakdisiplinan untuk menjalani sosial distancing maupun physical distancing ditimbulkan oleh beragam faktor. Salah satunya adalah ada keterpaksaan untuk tetap berkegiatan di luar rumah dengan alasan ekonomi. Selain itu juga dikarenakan adanya gap pengetahuan di masyarakat.

“Harus ada pendekatan yang multidimensi satu sama lain harus mengisi. Jadi tidak bisa dibentur-benturkan, cari simpul pendekatan budaya, aturan, dan aktor,” paparnya.

Arie mengatakan bahwa wabah Covid-19 ini tidak semata-mata menjadi persoalan kesehatan saja. Namun, wabah ini memunculkan kerentanan ekonomi yang juga harus dicarikan solusi. Karenanya kombinasi penegakan hukum dengan mentaati aturan dan membangun kesadaran warga untuk menjaga kepentingan bersama penting dilakukan.

Membangun kesadaran warga dilakukan dengan memberikan edukasi terkait risiko penularan Covid-19. Selain itu juga menekankan untuk menjalani hidup sehat, memakai masker, serta menjaga jarak.

“Perlu edukasi, tidak semata-mata hanya aturan formal saja. Namun ada seruan atau kampanye literasi di media dan komunitas untuk mengingtakan risiko corona,” tandasnya.

Sementara terkait banyaknya masyarakat yang nekat mudik ke daerah asalnya, Arie mengatakan bahwa mudik bagi masyarakat Indonesia telah menjadi sebuah tradisi yang dijalani setiap tahunnya. Selain itu mudik juga menjadi pilihan masyarakat perantauan yang terimbas perekonomiannya akibat wabah corona. Hanya saja, dalam kondisi saat ini seyogianya masyarakat yang memang tidak harus mudik untuk tidak memaksakan diri untuk mudik.

“Harus dibangun kesadaran, berkomunikasi dengan keluarga saling memahami situasi darurat. Ada banyak cara untuk silaturahmi tidak hanya mudik Yang tetap nekat mudik diedukasi untuk melakukan isolasi mandiri selama 2 minggu,” urainya.(pr/kt1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com