Praktisi Hukum Soroti Kepailitan di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi

SEMARANG – Kepala Divisi Hukum SKK Migas, Didik Sasono Setyadi mengatakan, kegiatan usaha hulu migas merupakan kegiatan yang bersifat vital dan strategis, memiliki kontribusi bagi penerimaan negara yang sangat signifikan, dan memiliki multiplyer effect terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. 

Didik juga menyatakan, ketidaklancaran dalam kegiatan di sektor hulu minyak dan gas bumi bukan hanya mengganggu kebutuhan energi dalam negeri namun juga kegiatan ekonomi indonesia secara keseluruhan,

“Hal ini disebabkan ketidaklancaran kegiatan dan investasi di sektor hulu migas akan mengganggu penerimaan negara dan ketahanan energi nasional,” ungkapnya saat menyampaikan opening remarks dalam acara Webinar Kepailitan di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi  yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip), Semarang, Jumat (30/07/2021).

Narasumber lainnya, Hari Setyono (Manager Communications Relations and CID Regional Pertamina EP) menyatakan bahwa di masa pandemi Covid 19 ini, terdapat tiga tantangan (triple shock) bagi industri perminyakan dan gas bumi. Ketiganya yakni anjloknya penjualan bahan bakar, anjloknya harga minyak mentah dunia  dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Menurut Hari, dalam kondisi ini untuk menjamin investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi maka dibutuhkan kepastian hukum. Selain itu, kata dia, perlindungan kepada kreditur dalam kepailitan akan mampu memberikan kenyamanan bagi investor baik dari dalam maupun luar negeri sehingga kreditor tidak merasa ragu untuk melakukan investasi,

“Hal ini menunjukkan bahwa terdapat relasi yang sangat erat antara kepastian hukum dengan kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan di sektor hulu minyak dan gas bumi.

Kepastian hukum tersebut memiliki keterkaitan dengan aspek kepailitan. Adanya putusan pailit memiliki akibat kepada kreditor, debitor dan harta pailit,” ujarnya.

Hari menjelaskan, dalam kepailitan, dibutuhkan perlindungan bagi para pihak termasuk kreditur dalam kepailitan. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan bahwa  kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Dalam kesepatan yang sama sebagai narasumber, Sabar Maruli Simamora (Advokat dan Kurator Kepailitan) mengatakan, kreditor dapat menuntut hak-haknya apabila debitur dinyatakan pailit. Menurutnya, ketika terjadi kepailitan maka seluruh harta debitur bisa diletakkan dalam status sita umum,

“Guna menjamin hak-hak kreditor dalam kepailitan maka semua perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayarkan dari harta pailit. Jika hal tersebut tetap dilakukan maka perikatan tersebut tidak mengikat kecuali menguntungkan harta pailit. Dalam konteks ini, hukum kepailitan sebenarnya sudah melindungi kreditur tapi dalam tataran implementasi tingkat recovery baru mencapai 11,8% atau kurang dari 15%,” katanya menjelaskan.

Narasumber lainnya, Joseph K Wirayudha mengatakan bahwa selain melalui pengadilan niaga, arbitrase dapat menjadi forum untuk menyelesaikan sengketa kepailitan sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 2 UU Kepailitan. Joseph juga menyatakan bahwa SKK Migas tidak berkedudukan sebagai penjamin dalam kepailitan,

“Adapun dalam konteks peringkat kreditor maka tagihan SKK Migas  masuk dalam salah satu tagihan preferen sehingga SKK Migas menjadi salah satu kreditur pemegang preferensi tertinggi dalam kepailitan disektor hulu minyak dan gas bumi,” kata Joseph yang juga Advokat dan Kurator Kepailitan. (kt3)

Redaktur: Hamzah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com