YOGYAKARTA – Mudik atau pulang ke kampung halaman pada saat hari raya bagi sebagian besar orang yang merantau tidak dapat dipungkiri merupakan suatu momentum yang paling ditunggu-tunggu, Selain bisa kembali berkumpul-kumpul dan melepas kangen dengan keluarga besar di kampung halaman, mudik juga bisa membuat orang lebih santai setelah lama bergelut dalam dunia kerja yang melelahkan, sebab mudik di hari raya juga berarti liburan panjang yang jarang didapat di hari-hari biasa.
Tetapi tahukah, tidak sedikit orang yang mungkin merasa mudik menjadi sesuatu masalah baginya. Alasannya, mereka tidak pede dengan keterbatasan ekonomi yang dimiliki. Sebagai sebagai orang rantau, mereka merasa malu jika harus pulang ke kampung halaman tanpa membawa oleh-oleh yang cukup mapun memberikan THRan bagi sanak-saudaranya di rumah. Sehingga dengan berbagai alas an, mereka lantas memutuskan untuk tidak pulang kampung, sementara keluarga di rumah selalu berharap akan kepulangannya.
Hal ini lantas mengundang rasa prihatin kalangan kaum ibu, khususnya mereka yang memiliki keluarga rantau ke luar daerah. Menurut mereka, tak seharusnya masalah ekonomi menjadi kendala bagi seseorang untuk pulang kampung.
“Bagi kami yang ditinggal, masalah ekonomi tidak begitu penting. Setiap orang sudah ada rizkinya masing-masing. Jika saat ini belum mapan, mungkin masih belum saatnya. Cuma yang kita inginkan adalah, mereka hendaknya pulang setiap ada kesempatan agar bisa berkumpul-kumpul, melepaskan kangen setekah sekian lama berpisah,” tutur seorang ibu yang memiliki anak rantau di Jakarta, Ningsih (40) kepada Jogjakartanews.com, Senin (06/07/2015) malam.
“Jadi, anak rantau sebisa mungkin mesti pulang, karena ibu mereka, orang tua mereka, dari lubuk hati yang paling dalam mengingkan kepulangan anaknya lebih dari sekadar uang,” lanjut perempuan yang tinggal di Desa Krapyak, Bantul tersebut.
Sementara, Sumarlina (45), seorang istri yang suaminya merantau ke Bandung berharap tidak ada suami yang berfikir untuk menunda mudik mereka dengan waktu yang tidak pasti.
“Jangan buat istri di rumah menunggu terlalu lama, kasihan kan, mereka di rumah juga kangen. Soal ekonomi, asal bisa menjelaskan dengan baik kondisi riilnya mereka pasti bisa menerima. Hanya istri-istri yang tidak memiliki rasa syukur yang tidak menerima kehadiran suaminya apa adanya,” ungkapnya bijak.
Namun begitu, Sumarlina merasa beruntung karena suaminya selalu mudik saat ada kesempatan.
“Tidak hanya hari raya, kapanpun ada waktu, suami saya selalu mudik,” aku perempuan yang kini tinggal di Kalasan, Yogyakarta bersama seorang anak lelakinya itu.
“Sebagai seorang perempuan, juga seorang isti, saya hanya berharap tak ada suami rantau yang jadi Bang Toyib. Pulang lah selagi bisa,” lanjutnya. (Ning)
Redaktur: Herman Wahyudi