YOGYAKARTA – Kendati Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) Pertanahan masih digodok dan belum menjadi peraturan dalam pelaksanaannya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) tetap melakukan proses identifikasi dan inventarisasi tanah yang berstatus Sultan Ground dan Pakualaman Ground (SG/PAG).
“Hingga saat ini inventarisasi yang sudah dilakukan sudah mencapai 13.226 bidang tanah seluas 5.822 hektar. Namun, proses tersebut menyisakan persoalan seperti di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulonprogo, karena memang belum ada paying hukumnya,” kata Pakar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta, Ni’matul Huda dalam diskusi publik bertema Quo Vadis Pertanahan DIY Pasca Diberlakukannya Undang Undang Keistimewaan No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta di Gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro, Kamis (09/06/2016) sore.
Menurutnya inventarisasi SG/PAG dilakukan menunggu Perdais Pertanahan disahkan. Proses inventarisasi SG/PAG yang menggunakan payung hukum Perdais Nomor 1/2013 tidak tepat karena Perdais Induk itu terlalu umum.
“Perdais Induk, kata Ni’matiul, tidak menjelaskan secara spesifik pertanahan, termasuk yang bersifat teknik, misal tidak ada penyelesaian konflik jika ada masyarakat yang keberatan atas inventarisasi tanah itu. Tak heran, muncul konflik di masyarakat terkait masalah saling klaim atas tanah di Yogyakarta ini,” ujarnya.
Dikatakan Ni’matul, saat ini banyak warga Yogyakarta yang khawatir terhadap proses inventarisasi yang dilakukan Pemda DIY melalui lembaga Kraton dan Pakualam Yogyakarta. Kekhawatiran itu wajar karena bisa saja dua lembaga budaya itu mengklaim tanah milik warga merupakan SG/PAG. Guna mengantisipasi konflik tersebut, Ni’matul menyarankan sebaiknya Pemda DIY menghentikan inventarisasi tanah SG/PAG untuk sementara, hingga payung hukum ditetapkan.
Selain itu, Ni’matul menengarai banyak kelemahan dalam melakukan inventarisasi. Diantaranya tidak ada lembaga atau badan yang mengawasi atas inventarisasi itu.
“Padahal, hal seperti itu sangat penting agar inventarisasi tanah SG/PAG tidak melenceng dan merugikan pihak lain, masyarakat umumnya . Perdais Pertanahan dibuat sedetail mungkin, termasuk menyelesaikan konflik dan lainnya. Jika Perdais Pertanahan itu sudah ada, sudah ada aturan yang kuat, koridornya jelas,” tukasnya.
Sekadar informasi, diskusi yang digelar Fraksi PAN DPRD dan DPW PAN DIY itu dihadiri para tokoh dan juga dari unsur Pemda DIY. Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi juga hadir dalam kesempatan itu. Dia menilai ada kerancuan dalam inventarisasi SG/PAG yang tengah berjalan.
Bachriadi menilai pengaturan pertanahan di DIY masih rancu, karena tidak sesuai degan aturan di dalam Undang-undang Nomor 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Untuk pertanahan DIY seharusnya yang diatur melalui UUK DIY maupun dalam Perdais adalah hanya tanah keprabon. Artinya, tanah yang diluar keprabon merupakan tanah Negara,” pungkasnya. (kt1)
Redaktur: Rudi F